Rabu, 02 Desember 2015

PERKEMBANGAN KURIKULUM DI INDONESIA

BAB II
PEMBAHASAN
A.                Sebelum Otonomi Daerah
Perkembangan kurikulum sebelum era otonomi daerah terdiri atas: Kurikulum 1947, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum SMK 1999 (Kurikulum 1994 yang disempurnakan).
1.      Kurikulum 1947

Kurikulum 1947 merupakan kurikulum pertama yang lahir pada masa kemerdekaan, memekai istilah leer plan (Bahasa Belanda), yang artinya rencana pelajaran. Disebut dengan nama Rentjana Pelajaran Terurai Sekolah Dasar. Rasionalnya, pada waktu itu, pendidikan di Indonesia maasih dipengaruhi oleh sistem pendidikan kolonial Belanda dan Jepang sehingga dapat dikatakan hanya meneruskan yang pernah digunakan sebelumnya. Asas pendidikan adalah pancasila. Rencana Pelajaran Terurai sebagai pengganti sistem pendidikan kolonial Belanda. Oleh karena itu, suasana kehidupan berbangsa saat itu masih dalam semangat juang merebut kemerdekaan. Menurut Sutarto dkk, (2013) pendidikan sebagai development, bertujuan untuk membentuk karakter manusia Indonesia yang merdeka, berdaulat, dan sejajar dengan bangsa lain di muka bumi. Bentuknya memuat dua hal pokok:
a)      Daftar mata pelajaran dan jam pengajarannya
b)      Garis-garis besar pengajaran (GBP)
Rencana Pelajaran 1947 mengurangi pendidikan pikira dalam arti kognitif, namun yang diutamakan pendidikan watak atau perilaku, meliputi :
1)      Kesadaran bernegara dan bermasyarakat,
2)      Materi pelajaran dihubungkan dengan kejadian sehari-hari,
3)      Perhatian terhadap kesenian dan pendidikan jasmani.
2.      Kurikulum 1964
Tahun 1964, pemerintah menyermpurnakan kurikulum 1947 dengan nama Rentjana Pendidikan Sekolah Dasar 1964. Rasionalnya, pemerintah mempunyai keinginan agar rakyat mendapat pengetahuan akademik serendah-rendahnya  jenjang Sekolah Dasar sehingga pengajaran dipusatkan pada program  Pancawardhana yang meliputi pengembangan  daya cipta, rasa, karsa, karya, dan moral (Hamalik, dalam Sutarto, dkk, 2013). Mata pelajaran diklasifikasi dalam lima kelompok bidang studi, tyaitu moral, kecerdasan, emosional/artistik, keterampilan, dan jasmani. Pendidikan dasar (Sekolah Dasar) lebih menekankan pada pengetahuan dan kegiatan praktis (fungsional). Kurikulum 1964 yang bertujuan menciptakan masyarakat sosialis Indonesia.
3.      Kurikulum 1968
Kurikulum 1968 merupakan pembaharuan dari Kurikulum 1964, yaitu dilakukannya perubahan struktur kurikulum pendidikan dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pada pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.
Tahun 1968, pemerintah menyempurnakan kurikulum 1964 dengan kurikulkum baru yang diberi nama Kurikulum 1968. Rasionalnya, kurikulum 19 dicitrakan sebagai produk Orde Lsamas (Tualeka,2013), perlu perubahan struktur kurikulum pendidikan, dari Pancawardhana menjadi pembinaan jiwa pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Kurikulum 1968 merupakan perwujudan dari perubahan orientasi pelaksanaan UUD 1945 secara murni dan konsekuen. Kurikulum 1968 bertujuan membentuk menjadi manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan memperingati kecerdasan dari keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat.
Dari segi tujuan pendidikan, Kurikulum 1968 bertujuan bahwa pendidikan ditekankan pada upaya untuk membentuk manusia Pancasila sejati, kuat, dan sehat jasmani, mempertinggi kecerdasan dan keterampilan jasmani, moral, budi pekerti, dan keyakinan beragama. Isi pendidikan diarahkan pada kegiatan mempertinggi kecerdasan dan keterampilan, serta mengembangkan fisik yang sehat dan kuat. Kelahiran Kurikulum 1968 bersifat politis, mengganti Rencana Pendidikan 1964 yang dicitrakan sebagai produk Orde Lama. Tujuannya pada pembentukan manusia Pancasila sejati. Kurikulum 1968 menekankan pendekatan organisasi materi pelajaran: kelompok pembinaan Pancasila, pengetahuan dasar, dan kecakapan khusus. Jumlah pelajarannya Sembilan.
4.      Kurikulum 1973 ( Proyek Perintis Sekolah Pmbangunan)
Tahun 1973 pemerintah mengadakan Proyek Perintis Sekolah Pmbangunan (PPSP) diseluruh IKIP negeri di Indonesia, sebagai sekolah laboratorium. Dengan adanya PPSP,  sebelum kebijakan di bidang pendidikan didesiminasikan secara nasional, terlebih dahulu diterapkan/dirintis secara terbatas (pilot projek) di sekolah-sekolah laboratorium. Oleh karena itu, kemudian dikembangkan Kurikulum PPSP 1973. Rasionalnya, untuk meningkatkan mutu pendidikan, proses belajar-mengajar perlu menerapkan sistem belajar tuntas dan maju berkelanjutan melalui sistem modul (Soedijarto, 1975). Hasil dari rintisan ini sangat menggembirakan, namun oleh pengembilan kebijakan pada waktu itu, dianggap terlalu mahal biayanya sehingga tidak layak untuk didesiminasikan secara nasional.
5.      Kurikulum 1975
Tahun 1975, pemerintah mengembangkan kurikulum 1975. Rasionalnya, menekankan pada tujuan, agar pendidikan lebih efesien dan efektif, yang dipengaruhi oleh pengaruh konsep di bidanbg manajemen, yaitu management by objective (MBO) yang terkensa pada waktu itu. Setiap guru harus menyusun Prosedur Pengembangan Sistem Intruksional (PPSI), yang di dalamnya antara lain berisi tujuan intruksional umum dan tujuan intruksional khusus (Hasibuan, 2010). Guru ketika akan mengajar harus menjabarkan PPSI ke dalam satuan pelajaran (satpel) secara lebih rinci. Kurikulum 1975 memuat ketentuan dan pedoman yang meliputi unsur-unsur Tujuan institusional, Struktur Program Kurikulum, Garis-Garis Besar Program Pengajaran, Sistem Penyajian dengan Pendekatan PPSI (Prosedur Pengembangan Sistem Instruksional), Sistem Penilaian, Sistem Bimbingan dan Penyuluhan, Supervisi dan Administrasi
Mata Pelajaran dalam Kurikulum tahun 1975 adalah Pendidikan agama, Pendidikan Moral Pancasila, Bahasa Indonesia, IPS, Matematika, IPA, Olah raga dan kesehatan, Kesenian, dan Keterampilan khusus.
6.      Kurikulum 1984
Tahun 1984, pemerintah menyempurnakan Kurikulum 1975 menjadi Kurikulum 1984. Rasionalnya, yang belajar adalah peserta didik sehingga yang harus aktif adalah peserta didiknya, bukan gurunya. Sebelumnya kecenderungan peserta didik belajar dengan  cara didikte oleh gurunya. Maka, dalam Kurikulum 1984 peserta didik harus belajar melakukan sendiri, mencari tahu sendiri, dari berbagai sumber belajar yang relavan yang ada di sekitarnya. Dengan mencari tahu sendiri, peserta didik akan merasakan sendiri dan mengalami sendiiri. Pengalaman yang diperolehnya diharapkan akan tersimpan dalam memori otaknya sehingga dalam waktu puluhan tahun pengalaman yang dioperolehnya tetap akan diingatnya. Oleh karena itu, pada kurikulum 1984 dikembangkan pendekatan Cara Belajar Siswa Aktif (Depdikbud, 1984) atau Student Active Learning, yang mengusung proses skill approach (pendekatan keterampilan proses). Artinya, apabila prosesnya dialami sendiri oleh peserta didik maka secara otomatis pengalam yang diperolenya tetap akan diingatnya dalam waktu puluhantahun sekalipun. Dengan kata lain, produknya akan dikuasainya dengan baik.
7.      Kurikulum 1994
Tahun 1994, kurikulum 1984 disempurnakan menjadi Kurikulum 1994. Rasionalnya, menyusuaikan ketentuan Undung-undang Nomer 2 tahun 1989 tentang sistem Pendidikan Nasional (UU tentang SPN No. 2 Tahun1989 ). salah satu amanah dalam UU tentang SPN No. 2Tashun 1989, yaitu perubahan pembagian wakytu pelajaran, dari sistem saemester ke sistem caturwulan Dengansistem caturwulan, yang pembagian waktunya dalam satu tahun menjadi tiga periode, hasil belajar (rapor) peserta didik dapat lebih cepat diketahui oleh orang tuanya dapat memberikan perhatian lebih dini dan lebih intensif kepada putra-puterinya. Perubahan lainnya, Kurikulum 1994, lebih menekankan pada pemahaman konsep dan keterampilan menyelesaikan soal dan pemecahan masalah (Depdikbud, 1994).
Kurikulum 1994 dibuat sebagai penyempurna kurikulum 1984 dan dilaksanakan sesuai dengan undang –undang  no 2 tahun 1989 tentang sistem pendidikan Nasional. Hal ini berdampak pada sistem pembagian waktu pelajaran, yaitu dengan mengubah dari sistem semester ke sistem catur wulan, dengan sistem caturwulan yang pembagiannya dalam satu tahun menjadi tiga tahap diharapkan dapat memberi kesempatan bagi siswa untuk dapat menerima materi pelajaran cukup banyak. Terdapat ciri-ciri yang dominan  dari pemberlakuan kurikulum 1994 di antaranya:
a)      Pembagian  tahapan pelajaran di sekolah dengan sistem caturwulan
b)      Pembelajaran di sekolah lebih menekankan materi pelajaran yang cukup padat (berorientasi pada materi (isi)
c)      Kurikulum 1994 bersifat populis, yaitu yang memberlakukan satu sistem kurikulum untuk semua siswa di seluruh Indonesia. Kurikulum ini bersifat  kurikulum inti sehingga daerah yang khusus dapat mengembangkan pengajaran sendiri disesuaikan dengan lingkungan dan kebutuhan masyarakat itu sendiri.
d)     Dalam melaksanakan kegiatan , guru hendaknya memilih dan menggunakan strategi yang melibatkan siswa aktif dalam belajar, baik secara mental, fisik dan sosial. Dalam mengaktifkan siswa guru dapat memberikan bentuk soal yang mengarah kepada jawaban konvergen. Divergen  (terbuka, dimungkinkan lebih dari satu jawaban) dan penyelidikan.
e)      Dalam pengajaran suatu mata pelajaran hendaknya disesuaikan dengan kekhasan konsep/pokok bahasan dan perkembangan berfikir siswa,  sehingga diharapkan akan terdapat keserasian antara pengajaran yang menekankan pada pemahaman konsep  dan pengajaran yang menekankan keterampilan menyelesaikan sola dan pemecahan masalah.
f)       Pengajaran dari hal yang kongkrit ke hal yang abestrak, dari hal yang mudah ke yang sulit, dan dari hal yang sederhana ke hal yang komplek.
g)      Pengulangan – pengulangan materi yang di anggap sulit perlu dilakukan untuk pemantapan pemahaman siswa.
8.      Kurikulum 1999 (Kurikulum 1994 yang Disempurnakan)
Tahun 1999, Kurikulum 1994 untuk Sekolah Menengah Kejurusan (SMK) diubah menjadi kurikulum 1999 (Kurikulum 1994 yang disempurnakan), yang berbasis kompetensi. Pembelajaran bukan hanya mengembangkan pengetahuan (kognitif) semata-mata, melaikan juga harus mengembangkan keterampilan (psikomotor)dan sikap (afektif). Oleh karena itu, disebut dengan istilah Berbasis Kompertensi (Depdikbud). Lulusan SMK diharapkan bukan hanya memiliki pengetahuan semata-mata, melaikan juga harus terampil menerapkan pengetahuannya dan memiliki sikap sesuai jenis pekerjaannya.
B.                 Sesudah Otonomi Daerah
Pengembangan kurikulum setelah era otonomi daerah terdiri atas: Kurikulum 2014 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berbasis Kompetensi), Kurikulum 2013 (Kurikulum yang menekankan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara  holistik, juga berbasis kompetensi).
1.      Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
Kurkulum berbasis kompetensi merupakan seperangkat rencana dan pengatuan tentang kompetensi yang dibakukan dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah (Depdiknas, 2003). Pada kurikulum ini, pemerintah menyusun ketentuan umum, standar kompetensi bahan kajian, standar kompetensi mata pelajaran, dan pedoman pelaksanaan kurikulum. Pemerintah daerah dan satuan pendidikan menyusun petunujuk teknis, silabus, dan persiapan mengajara (Depdiknas, 2003b).
Rasional dikembangkannya kurikulum 2004 antara lain diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Otonomi Daerah, dan Peraturan Pemerintah Nomor 25 Tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom. Acuan pengembangan kurikulum 2004 adalah sistem pendidikan Nasional, era globalisasi, wajib belajar 9 tahun, standar pelayanan minimal, dan teori kurikulum. (Depdiknas, 2003).
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi berlandasakan pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional sebagaimana yang tercantum dalm UU No. 20 Tahun 2003 tentang SNP. Pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak, serta peradaban, bangsa yang bermatabat dalam rabgka mencerdaskan kehidupan bangsa dan bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berlmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis, serta bertanggung jawab.
Pengembangan Kurikulum Berbasis Kompetensi mempertimbangkan prinsip-prinsip berikut (Depdiknas, 2003b):
a)      Keimanan, budi pekerti luhur, dan nilai-nilai budaya
b)      Penguatan integritas nasional
c)      Keseimbangan etika, logika, estetika, dan kinestetika.
d)     Kesamaan memperoleh kesenpatan
e)      Perkembangan pengetahuan dan teknologi informasi.
f)       Pngembangan kecakapan hidup
g)      Belajar sepanjang hayat
h)      Berpusat pada anak
i)        Pendekatan menyeluruh dan kemitraan.
Implikasinya bahwa sekolah diberi kesempatan untuk mengembangkan komponen-komponen kurikulum yang sesuai dengan kondisi sekolah dan kebutuhan peserta didiknya. Selain itu, perubahan lain yang sangat signifikan adalah pengembangan kurikulum yang semula lebih berbasis materi menjadi kurikulum berbasis kompetensi (Depdiknas, 2003)
Kurikulum ini berlaku tidak lama karena harus disesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang baru, yaitu UU No 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang kemudian dijabarkan dalam ketentuan lebih lanjut dalam Perturan Pemerintah No 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa, Kurikulum 2004 yang juga disebut sebagai Kurikulum Berbasis Kompetensi merupakan kurikulum pertama di era otonomi daerah, era desentralisasi pendidikan. Pada era sebelumnya, pendidikan bersifat sentralistik sesuai dengan pengelolaan pemerintah pada saat itu yang artinya adalah semua urusan pendidikan merupakan kewenangan Pemerintah, dikembangkan dan ditetapkan oleh Pemerintah. Pada era otonomi daerah, sebagian kewenangan Pemerintah dilimpahkan kepada pemerintah daerah dan satuan pendidikan. Manajemen pengembangan kurikulumnya bersifat sentralistik-desenrtalistik.
2.      Kurikulum 2006 (kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
Kurikulum KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP  Sendiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur, muatan KTSP, kalender pendidikan, dan silabus. Pada kurikulum ini, pemerintah menetapkan Standar Nasional Pendidikan , Badan Standar Nasional Pendidikan menyusun Panduan Penyusunan KTSP, sedangkan setiap satuan pendidikan menyusun KTSP mengacu pada Standar Nasional Pendidikan dan Panduan Penyusunan KTSP.
Pengembangan KTSP yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional. SNP terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan. Dua dari delapan SNP tersebut yaitu standar isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) yang merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan.
Rasional dikembangkannya Kurikulum 2006, yang juga disebut sebagai Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Antara lain diberlakukannya UU No 20 Tahun 2003 yang kemudian dijabarkan lebih lanjut dalam PP No 19 Tahun 2003. Dalam PP No 19 Tahun 2005 tidak disebut-sebut lagi tentang Kurikulum Nasional, yang ada KTSP yaitu kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. (Depdiknas, 2005).
KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah dikembangkan oleh sekolah dan komite sekolah berpedoman pada standar kompetensi lulusan dan standar isi, serta panduan penyususnan kurikulum yang dibuat oleh Badan Standar Nasional Pendidikan, kurikulum dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip berikut (Depdiknas, 2006):
a)      Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.
b)      Beragam dan terpadu
c)      Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan seni
d)     Relevan dengan kebutuhan kehidupan
e)      Menyeluruh dan berkesinambungan
f)       Belajar sepanjang hayat
g)      Seimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah
Jadi, dapat disimpulkan bahwa Kurikulum 2006 yang juga disebut dengan istilah Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan juga berbasis kompetensi, merupakan kurikulum kedua era otonomi daerah yang embrionya adalh Kurikulum 2004. Manajemen Kurikulumnya bersifat sentralistik-desentralistik.
3.      Kurikulum 2013 (Kurikulum yang Menekankan Pengembangan Pengetahuan, Keterampilan, dan Sikap secara Holistik).
Rasional dikembangkannya kurikulum 2013 antara lain diberlakukannya PP No 5 Tahun 2010 tentag Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2010-2014 (Perpres No 5 Tahun 2010ntentang RPJMN 2010-2014) yang ada pada sektor pendidikan yang harus disempurnakan, dua diantarannya adalah Metodologi dan Kurikulum.
Kurikulum 2013, pemerintah menetapkan Standar Nasional Pendidikan, Kerangka Dasar, dan Struktur Kurikulum, Silabus, dan Pedoman Implementasi Kurikulum, sedangkan setiap satuan pendidikan seperti halnya pada Kurikulum 2006, juga menyususn KTSP, kecuali Dokumen 2 yang berupa silabus setiap mata pelajaran sudah disusun oleh pemerintah, guru tinggal mengopi dan menyusunnya menjadi satu kesatuan KTSP yang utuh. Silabus dipakai acuan guru untuk menyusun RPP.
Kurikulum 2013 menekankan pengembangan kompetensi pengetahuan, keteranpilan, dan sikap peserta didik secara holistik. Kompetensi itu ditagih dalam rapot dan merupakan penentu kenaikan kelas dan kelulusan peserta didik. Kompetensi pengetahuan peserta didik dikembangkan meliputi mengetahui, memahami, menerapkan, menganalisis, mengevaluasiagar menjadi pribadi yang menguasai ilmu pengetahuan, teknologi, seni, budaya dan berwawasan kemanusiaan, kebangsaan, kenegaraan, dan peradaban. Kompetensi keterampilan peserta didik yang dikembangkan meliputi menamati, menanya, mencoba, mengolah, menyaji, menalar, dan mencipta agar memjadi pribadi yang berkemampuan pikir dan tindak yang efektif dan kreatif dalam ranak konkret dan abstrak. Kompetensi sikap peserta didik yang dikembangkan meliputi menerima, menjalankan, menghargai, menghayati, berakhlak mulia, percaya diri, dan bertanggung jawab dalam berinteraksi secara efektif dengan lingkungan sosial, alam sekitar, serta dunia dan peradabannya (Kemdikbud, 2013f).
Kurikulum 2013 dikembangkan dengan karakteristik diantaranya sebagaiberikut (Kemdikbud, 2013):
a)      Mengembangkan sikap spiritual dan sosial, rasa ingin tahu, kreatifitas, kerja sama denngan kemampuan intelektual dan psikomotorik secara seimbang,
b)      Mengembangkan sikap, pengetahuan, dan keterampilan serta menerapkannya dalam berbagai situasi di sekolah dan masyarakat,
c)      Kompetensi inti kelas menjadi unsur pengorganisasi kompetensi dasar, dimana semua kompetensi dasar dan proses pembelajaran dikembangkan untuk mencapai kompetensi yang dinyatakan dalam kompetensi inti.



C.                Perkembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam
1.      Dasar-dasar Perkembangan PAI
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum. Al-Syaibani menawarkan dasar-dasar kurikulum sebagai berikut :
a)      Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus berdasarkan pada al-Qur’an, al-Shunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
b)      Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari sisi ontology, epistimologi, maupun aksiologi.
c)      Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya.
d)     Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.
2.      Perubahan Pengembangan Kurikulum PAI
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigm sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut :
a.       Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI,
b.      Perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam,
c.       Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut,
d.      4. Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.
3.      Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Agama Islam
Pendidikan Islam yang berfalsafah al-Qur’an sebagai sumber utamanya, menjadikan al-Quran sebagai sumber utama penyusunan kurikulumnya. Muhammad Fadhil al-Jamili mengemukakan bahwa al-Quran al-Karim adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Quran dan ditambah dengan al-Hadits yang melengkapinya.
Al-Quran dan Hadits didalamnya ditemukan kerangka dasar dan dapat dijadikan sebagai pedoman dan penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka dasar tersebut adalah sebagai berikut :
a)      Sesuai dengan al-Qur’an bahwa yang menjadi kurikulum ini (intra curiculer) pendidikan Islam adalah “Tauhid” dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tidak dapat dirubah. Pemantapan kalimat tauhid sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan memperdengarkan adzan dan iqomah terhadap bayi yang dilahirkan.
b)      Kurikulum inti (Intra Curiculer) selanjutnya adalah perintah ‘Membaca’ ayat-ayat Allah yang meliputi 3 macam ayat yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan wahyu. (2) ayat Allah yang ada pada diri manusia, dan (3) ayat Allah yang terdapat di dalam alam semesta di luar diri manusia.
Firman Allah SWT yang artinya : “Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang maha Pemurah yang mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. al-Alaq : 1-5).
Ditinjau dari segi kurikulum sebenarnya firman Allah SWT itu merupakan bahan pokok pendidikan yang mencakup seluruh Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia. Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity), juga sekaligus merupakan bahan pendidikan itu sendiri. Mungkin taka ada satu kurikulum pendidikan di dunia ini yang tidak mencantumkan membaca sebagai materinya, bahkan umumnya membaca ini ditempatkan dari sekolah dasar, perguruan tinggi dengan berbagai variasi.

BAB III
PENUTUP
Simpulan
1.      Perkembangan kurikulum sebelum era otonomi daerah terdiri atas: Kurikulum 1947, Kurikulum 1964, Kurikulum 1968, Kurikulum 1975, Kurikulum 1984, Kurikulum 1994, dan Kurikulum SMK 1999 (Kurikulum 1994 yang disempurnakan).
2.      Pengembangan kurikulum setelah era otonomi daerah terdiri atas: Kurikulum 2014 (Kurikulum Berbasis Kompetensi), Kurikulum 2006 (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan yang berbasis Kompetensi), Kurikulum 2013 (Kurikulum yang menekankan pengembangan pengetahuan, keterampilan, dan sikap secara  holistik, juga berbasis kompetensi).

3.      Perkembangan kurikulum PAI terdiri atas: dasar-dasar perkembangan PAI (yang meliputi dasar agama, dasar falsafah, dasar psikologi, dan dasar sosial), perubahan pengembangan kurikulum PAI, dan kerangka dasar kurikulum Pendidikan Agama Islam (Al-Quran dan Hadits) 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar