Rabu, 02 Desember 2015

Guru Sebagai Pendidik Profesional

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Guru Sebagai Pendidik Profesional
Pendidikan berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik, peserta didik, dan tujuan pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk suatu triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakikat pendidikan. Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan oleh unsur lain seperti media teknologi, tetapi tidak dapat digantikan. Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional.

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1980) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan, yaitu: kemampuan profesional, kemampuan sosial, dan kemampuan personal. Lebih lanjut Depdikbud (1980) merinci ketiga kelompok kemampuan tersebut menjadi 10 kemampuan dasar, yaitu:
1.   Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
2.   Pengelolaan program belajar mengajar
3.   Pengelolaan kelas
4.   Penggunaan media dan sumber pembelajaran
5.   Penguasaan landasan-landasan kependidikan
6.   Pengelolaan interaksi belajar mengajar
7.   Penilaian prestasi siswa
8.   Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
9.   Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah
10.  Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian pedidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
         Sepuluh kemampuan dasar yang dirumuskan Depdikbud sebenarnya baru merupakan rincian kelompok kemampuan pertama (kemampuan profesional), sedangkan kelompok kemampuan yang kedua dan ketiga (kemampuan sosial dan personal) belum dirinci lebih jauh, padahal cukup penting. Di antara kemampuan sosial dan personal yang paling mendasar yang harus dikuasai guru adalah idealisme. Idealisme harusnya dimiliki oleh setiap profesi, karyawan, bahkan setiap orang. Idealisme dalam perbuatan mendidik akan menumbuhkan rasa cinta pada guru terhadap profesinya, terhadap pekerjaan pendidikan terhadap para siswanya dan sebagainya.  
B.     Guru Sebagai Pembimbing Belajar
Telah dijelaskan bahwa dalam kurikulum dapat dibedakan antaraofficial atau written curriculum dengan actual curriculum. Official atau written curriculum merupakan kurikulum resmi yang tertulis, yang merupakan acuan bagi pelaksanaan pengajaran dalam kelas. Actual curriculum merupakan kurikulum nyata yang dilaksanakan oleh guru-guru. kurikulum nyata merupakan implementasi dari official curriculum di dalam kelas. Beberapa ahli menyatakan bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum (official), hasilnya sangat  bergantung pada apa yang dilakukan oleh guru di dalam kelas (actual). Dengan demikian, guru memegang peranan penting baik dalam penyusunan maupun pelaksanaan kurikulum.
Ada satu hal yang menjadi acuan bagi guru dalam memilih kegiatan yang akan dilakukan serta peranan yang akan dimainkannya, yaitu siswa. Tujuan utama kegiatan guru dalam mengajar ialah mempengaruhi perubahan pola tingkah laku para siswanya, perubahan ini terjadi karena guru memberikan perlakuan-perlakuan. Tepat tidaknya serta efektif tidaknya perlakuan yang diberikan guru akan menentukan usaha belajar yang dilakukan oleh siswa. Tujuan lainnya adalah mendorong dan meningkatkan kemampuan sebagai hasil belajar, dengan cara itu guru dapat mempengaruhi perubahan tingkah laku siswa.
Hasil dan kemajuan belajar yang dicapai siswa ditentukan juga oleh bentuk hubungan antara guru dan siswa, antara guru dan administrator, antara guru dan orang tua siswa. Hubungan guru dengan siswa menjadi syarat mutlak, bukan hanya dalam hubungan sebagai pembimbing dan yang dibimbing tetapi juga sebagai mitra belajar. Hubungan antara guru dengan siswa harus didukung oleh hubungan yang sejalan antara guru dengan administrator dan guru dengan orang tua siswa. Hubungan guru dengan administrator haruslah bersikap terbuka, sehingga memungkinkan guru mencari jalan, berkreasi dan berani mencoba sendiri sesuatu usaha instruksional yang lebih baru yang dipandangnya lebih relevan dengan kegiatannya selaku guru. Administrator mengadakan bimbingan dan supervisi dengan maksud merangsang kegiatan belajar para siswa. Demikian pula hubungan antara guru dengan orang tua, keduanya memiliki tanggung jawab yang sama dalam mengembangkan pribadi anak, tetapi dengan tugas yang berbeda. Orang tua bukan saja harus percaya kepada guru, akan tetapi harus memberikan dukungan dan partisipasi sebesar mungkin untuk kepentingan pendidikan anak-anak mereka disekolah.
C.    Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Dilihat dari pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral-desentral. Dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi, kurikulum disusun oleh sesuatu tim khusus di tingkat pusat. Kurikulum bersifat uniform untuk seluruh negara, daerah, atau jenjang sekolah. Tujuan utama pengembangan kurikulum yang uniform ini adalah untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta memberikan standar penguasaan yang sama bagi seluruh penguasaan yang sama bagi seluruh wilayah.
Peranan guru baik dalam model sentralisasi maupun desentralisasi dapat dilihat dalam tiga tahap, yaitu tahap perancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Kurikulum juga dapat dilihat dalam lingkup makro dan juga mikro. Pengembangan kurikulum pada tahap perancangan berkenaan dengan seluruh kegiatan menghasilkan dokumen kurikulum, atau kurikulum tertulis. Pelaksanaan kurikulum atau disebut juga implementasi kurikulum, meliputi kegiatan menerapkan semua rancangan yang tercantum dalam kurikulum tertulis. Evaluasi kurikulum merupakan kegiatan menilai pelaksanaan dan hasil-hasil penggunaan suatu kurikulum. Kurikulum makro yaitu kurikulum yang menyeluruh meliputi semua komponen, meliputi seluruh wilayah, atau seluruh siswa pada jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum mikro merupakan jabaran atau rincian dari kurikulum makro, atau rancangan bagi pelaksanaan pengajaran di kelas.
1.    Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi
Dalam kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dalam perancangan dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro disusun oleh tim atau komisi khusus yang terdiri atas para ahli. Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum makro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun, satu semester, satu catur wulan, beberapa minggu ataupun beberapa hari saja.
Implementasi kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreativitas, kecakapan, kesungguhan, dan ketekunan guru. Guru hendaknya mampu memilih dan menciptakan situasi-situasi belajar yang menggairahkan siswa, mampu memilih dan melaksanakan metode mengajar yang sesuai dengan kemampuan siswa, bahan pelajaran dan banyak mengaktifkan siswa. Guru juga berkewajiban untuk menjelaskan kepada para siswanya tentang apa yang akan dicapai dengan pengajarannya. Dalam kondisi ideal guru juga berperan sebagai pembimbing, berusaha memahami secara saksama potensi dan kelemahan siswa, serta membantu mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa.
2.    Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat desentralisasi
Kurikulum desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah. Bentuk kurikulum seperti ini mempunyai beberapa kelebihan di samping juga kekurangan. Kelebihan-kelebihannya yaitu:
a.    Kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat setempat.
b.    Kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah baik kemampuan profesional, finansial maupun manajerial.
c.    Disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat memudahkan dalam pelaksanaannya.
d.   Ada motivasi dari sekolah untuk  mengembangkan diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetesi dalam pengembangan kurikulum.
Sedangkan beberapa kelemahan bentuk kurikulum ini ialah:
1.    Tidak adanya keseragaman untuk situasi yang membutuhkan keseragaman demi persatuan dan kesatuan nasional.
2.    Tidak adanya standar penilaian yang sama, sehingga sukar untuk diperbandingkan keadaan dan kemajuan suatu sekolah/wilayah dengan sekolah/wilayah lainnya.
3.    Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah/ wilayah lain.
4.   Sukar untuk mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional.
5.    Belum semua sekolah/daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun
dan mengembangkan kurikulum sendiri.
Dalam kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan sampai batas-batas tertentu juga yang sentralisasi-desen-tralisasi, peranan guru dalam pengembangan kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi. Dalam kegiatan mereka mempunyai perasaan turut memiliki kurikulum dan terdorong untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan kurikulum. Guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan, mereka akan memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan hanya berperan sebagai pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun, pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.
D.    Karakteristik Kompetensi Profesional Guru
Setiap orang bisa menjadi guru asalakan telah mengalami jenjang pendidikan tertentu ditambah dengan sedikit pengalaman mengajar (Oemar Hamalik, 1991: 5). Untuk mengetahui karakteristik tersebut perlu dikemukakan pengertian profesi keguruan, kriteria, unsur, syarat, dan kualifikasinya.[1]
1.      Pengertian Gutu Profesional
Istilah profesi secara etimologis dirujuk dari bahasa Inggris “Profession” yang berarti jabatan atau pekerjaan yang tetap dan teratur untuk memperoleh nafkah yang menuntut pendidikan atau latihan khusus (N.A Ametembun, 1981: 10).
Secara umum profesi diartikan sebagai suatu pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan didalam pengetahuan dan teknologi yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplemenyasikan dalam berbagai kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya menyangkut aspek-aspek yang lebih bersifat mental daripada yang bersifat manual work (Sudirman A.M, 1986: 3).
Jadi ada tiga hal untuk menentukan sesuatu yang biasa dikatakan sebagai profesi menurut batasan tersebut diatas.
Pertama, berhubungan dengan suatu jabatan atau pekerjaan. Kedua, melalui proses pendidikan atau latihan khusus. Ketiga, aktivitasnya lebih menekankan pada aspek mental bukan kerja manual. Untuk lebih jelasnya tentang maksud profesi, dapat diterangkan berdasarkan aspek-aspek yang eksplisit didalamnya, sebagai berikut :
a.       Aspek Jabatan
Jabatan berarti sesuatu yang mengacu pada pekerjaan yang dilakukan, diperintahkan, atau diorganisasi.
b.      Aspek Keahlian Khusus
Keahlian yang dimaksud adalah kemahiran yang dimiliki seseorang dalam suatu bidang ilmu atau pekerjaan. Profesi guru membutuhkan kemahiran dalam dua bidang yaitu pengetahuan yang mendukung profesi dan keterampilan yang diperlukan pekerjaan.
c.       Aspek Pendidikan dan Pengajaran
Profesi guru mengharuskan untuk menguasai dan mengembangkan kemampuan mendidik dan mengajar, pendidikan dan pengajaran dibedakan dari segi orientasi. Pendidikan untuk membantu pertumbuhan kepribadian individu ke arah perumbuhan yang sempurna, sedangkan pengajaran melatih individu atau kelompok dengan melaksanakan tugas secara efisien (Penjelsan Abdullah Fajar, 1991: 79).
d.      Aspek Pembinaan dan Pengembangan
Keahlian dalam bidang pendidikan dan pengajaran tentu diperoleh melalui suatu proses pembinaan dan pengembangan . pembinaan dan pengembangan dilakukan pada suatu jenjang pendidikan tertentu yang bersifat formal atau melalui jenjang pendidikan nonformal seperti pendidikan prajabatan.
Kesimpulan dari beberapa aspek diatas, bahwa profesi keguruan adlaah jabatan atau pekerjaan sebagai guru yang menuntut pendidikan atau latihan khusus di bidang keguruan, dan dalam pekerjaan profesionalnya senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang mengacu pada primsip-prinsip intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan kemudian diaplikasikan.
2.      Kriteria
Menurut klasifikasi Howard M. Vollmer dan Donald Lonard Mills kriteria suatu pekerjaan atau jabatan dapat memperoleh status atau pengakuan sebagai suatu profesi, harus memenuhi tiga kategori pokok yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a.       Kategori spesialisasi yaitu “Acqusition of specialized techbique supported by a body of theory”, artinya memiliki spesialis dengan latar belakang teori yang luas, meliputi penguasaan terhadap pengetahuan umum yang luas dan keahlian khusus yang mendalam.
b.      Kategori karier yaitu “development of career supported by ail association of collegues”, artinya merupakan karir yang dibina secara organisator yang dicirikan dengan: keterkaitan dalam suatu organisasi profesional, memiliki otonomi jabatan, mempunuai kode etik jabatan, dan karya bakti seumur hidup.
c.       Kategori masyarakat yaitu “establisment of community recognation of profesional status”. Hal ini ditunjukkan dengan memperoleh dukungan dari masyarakat, mendapat perlindungan dan pengetahuan hukum, memiliki persyaratan kerja yang sehat dan mempunyai jaminan hidup layak.
Menurut hasil lokakarya Pembina Kurikulum Pendidikan Keguruan IKIP Bandung (Oemar Hamalik, 1991: 40-42), kriteria profesional guru meliputi empat kriteria, yaitu :
a.       Fisik, meliputi sehat jasmani dan rohani, tidak mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan dari anak didik.
b.      Mental/kepribadian, meliputi kepribadian/berjiwa pancasila, mampu menghayati GBHN, mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang tehadap anak didik, berbudi pekertiyang luhur, berjiwa kreatif, dapat memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal, mampu menyuburkan sikap demokratis dan penuh tenggang rasa, mampu mengembangkan kreatifitas dan tanggung jawab yang besar akan tugasnya, mampu mengembangkan kecerdasan yang tinggi, bersifat terbuka, peka dan inovatif, menunjukan rasa cinta terhadap profesinya, ketaatannya akan disiplin dan memiliki sense of humor.
c.       Keilmiahan/pengetahuan, meliputi memahami ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi pendidikan/mengajar yang demokratis, memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menetapkannya dalam tugasnya sebagai pendidik dan pengajar yang demokratis, memahami, menguasai serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, memiliki pengetahuan yang cukup tentang bidang-bidang lain, sering membaca buku-buku ilmiah, mampu memecahkan persoalan secara sistematis, memahami prinsip-prinsip kegiatan belajar mengajar.
d.      Keterampilan, meliputi mampu berperan sebagai organisator proses belajar mengajar, mampu mnyusun bahan pelajaran atas dasar pendekatan struktural-interdisipliner behaviour dan teknologi, mampu menyusun garis besar program pengajaran (silabus), mampu memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik, dalam mencapai tujuan pendidikan, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan dan mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.
3.      Syarat
Jabatan guru unutk mencapai standar profesional dalam pekerjaannya, memerlukan guru yang memenuhi syarat-syarat mutlak keprofesionalan. N.A Ametembun (1981: 42) mengklasifikasikannya menjadi dua kategori, yaitu :
1.      Syarat Primer, terbagi kedalam dua kategori.
a.       Syarat primer yang berhubungan dengan unsur mendidik sebagai transfer of values yaitu
·         Syarat personality yaitu menyangkut kepribadian seseorang menjadi guru meliputi, kesehatan jasmani, kesehatan psikis, kesehatan jasmani-rohani dan integritas pribadi.
·         Syarat morality, yaitu syarat yang menyangkut masalah kesusilaan (moral)
·         Syarat religiusitas, yaitu syarat yang berhubungan dengan norma-norma bagaimana yang dianut oleh seorang guru.
b.      Syarat primer yang berhubungan dengan interaksi proses belajar mengajar sebagai transfer of knowledge and skill, yaitu:
·         Pengetahuan dibidang keguruan dan pendidikan baik yang bersifat umum maupun khusus.
·         Keterampilan di bidang keguruan, termasuk pula kemampuan menguasai teknik bimbingan dan penyuluhan dan teknik kepemimpinan dalam manajemen pengelolaan kelas.
·         Syarat sociability yaitu syarat yang berhubungan dengan kempuan bergaul guru.
2.      Syarat sekunder yaitu syarat formality yang memperkuat wewenang seseorang menjadi guru berupa surat keputusan dari instansi yang berwenang.
4.      Kualifikasi
Sardiman AM. (1986: 133) membagi tingkatan kualifikasi secara garis besar dalam tiga tingkatan, yaitu:
1.      Tingkatan capable personal maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, keterampilan, dan sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola proses belajar mengajar secara efektif.
2.      Tingkatan inofator maksudnya guru sebagai tenaga kependidikan atau keguruan yang memiliki komitmen terhadap perubahan dan reformasi. Guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan sikap yang tepat terhadap pembaruan dan sekaligue merupakan penyebar ide pembaruan yang efektif.
3.      Tingkatan developer, maksudnya gruru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas presfektifnya. Guru harus mampu dan mau melihat jauh kedepan dalam menjawab tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai suatu sistem.
E.     Profil Kompetensi Profesional Guru
Secara umum perangkat kompetensi guru sebagai tenaga profesional dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu (1) profil kompetensi, berkaitan dengan sejumlah aspek kompetensi yang seharusnya ada pada diri guru, (2) spektrum kemampuan, berkenaan dengan kualitas dan kuantitas perangkat kompetensi yang dapat disumbangkan bagi kepentingan pendidikan, (M. Surya, 1987: 51).
Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib (1993: 172) guru agama Islam profesional haarus memiliki kompetensi sebagai berikut :
1.    Penguasaan materi al-Islam yang komprehensif serta wawasan dan bahan pengajaran, terutama pada bidang yang menjadi tugasnya.
2.    Penguasaan strategi (mencakup pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan Islam termasuk kemampuan evaluasinya.
3.    Penguasaan ilmu dan wawasan kependidikan.
4.    Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan hasil penelitian pendidikan pada umumnya guna keperluan pengembangan pendidikan Islam. Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung yang mendukung kepentingan tugasnya.
     Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 bahwa standar kopetensi guru termasuk guru PAI terdiri dari empat kompetensi utama, yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan kompetensi kepribadian.
     Nana Sudjana (1988: 18) mengemukakan bahwa kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu : kompetensi bidang kognitif, kompetensi bidang sikap, dan kompetensi prilaku.



BAB III
PENUTUP
1.      Kesimpulan
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional.
Mendorong dan meningkatkan kemampuan sebagai hasil belajar, dengan cara itu guru dapat mempengaruhi perubahan tingkah laku siswa.
Peranan guru baik dalam model sentralisasi maupun desentralisasi dapat dilihat dalam tiga tahap, yaitu tahap perancangan, pelaksanaan dan evaluasi.
Untuk mengetahui karakteristik tersebut perlu dikemukakan pengertian profesi keguruan, kriteria, unsur, syarat, dan kualifikasinya.
Perangkat kompetensi guru sebagai tenaga profesional dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu (1) profil kompetensi, berkaitan dengan sejumlah aspek kompetensi yang seharusnya ada pada diri guru, (2) spektrum kemampuan, berkenaan dengan kualitas dan kuantitas perangkat kompetensi yang dapat disumbangkan bagi kepentingan pendidikan.



[1]Abdul Majid.2012, Belajar dan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Jakarta. Hal 83

Tidak ada komentar:

Posting Komentar