BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Guru Sebagai Pendidik Profesional
Pendidikan
berintikan interaksi antara pendidik (guru) dan peserta didik (siswa) untuk
mencapai tujuan-tujuan pendidikan. Pendidik, peserta didik, dan tujuan
pendidikan merupakan komponen utama pendidikan. Ketiganya membentuk suatu
triangle, jika hilang salah satu komponen, hilang pulalah hakikat pendidikan.
Dalam situasi tertentu tugas guru dapat diwakilkan oleh unsur lain seperti
media teknologi, tetapi tidak dapat digantikan. Sebagai pendidik profesional,
guru bukan saja dituntut melaksanakan tugasnya secara profesional, tetapi juga
harus memiliki pengetahuan dan kemampuan profesional.
Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan (1980) telah merumuskan kemampuan-kemampuan yang
harus dimiliki guru dan mengelompokkannya atas tiga dimensi umum kemampuan,
yaitu: kemampuan profesional, kemampuan sosial, dan kemampuan personal. Lebih
lanjut Depdikbud (1980) merinci ketiga kelompok kemampuan tersebut menjadi 10
kemampuan dasar, yaitu:
1.
Penguasaan bahan pelajaran beserta konsep-konsep dasar keilmuannya.
2.
Pengelolaan program belajar mengajar
3.
Pengelolaan kelas
4.
Penggunaan media dan sumber pembelajaran
5.
Penguasaan landasan-landasan kependidikan
6.
Pengelolaan interaksi belajar mengajar
7.
Penilaian prestasi siswa
8.
Pengenalan fungsi dan program bimbingan dan penyuluhan
9.
Pengenalan dan penyelenggaraan administrasi sekolah
10.
Pemahaman prinsip-prinsip dan pemanfaatan hasil penelitian
pedidikan untuk kepentingan peningkatan mutu pengajaran.
Sepuluh kemampuan
dasar yang dirumuskan Depdikbud sebenarnya baru merupakan rincian kelompok
kemampuan pertama (kemampuan profesional), sedangkan kelompok kemampuan yang
kedua dan ketiga (kemampuan sosial dan personal) belum dirinci lebih jauh,
padahal cukup penting. Di antara kemampuan sosial dan personal yang paling
mendasar yang harus dikuasai guru adalah idealisme. Idealisme harusnya dimiliki
oleh setiap profesi, karyawan, bahkan setiap orang. Idealisme dalam perbuatan
mendidik akan menumbuhkan rasa cinta pada guru terhadap profesinya, terhadap
pekerjaan pendidikan terhadap para siswanya dan sebagainya.
B.
Guru Sebagai Pembimbing Belajar
Telah dijelaskan bahwa dalam kurikulum dapat dibedakan antaraofficial
atau written curriculum dengan actual curriculum. Official
atau written curriculum merupakan kurikulum resmi yang tertulis, yang
merupakan acuan bagi pelaksanaan pengajaran dalam kelas. Actual curriculum
merupakan kurikulum nyata yang dilaksanakan oleh guru-guru. kurikulum nyata
merupakan implementasi dari official curriculum di dalam kelas. Beberapa
ahli menyatakan bahwa betapapun bagusnya suatu kurikulum (official), hasilnya
sangat bergantung pada apa yang
dilakukan oleh guru di dalam kelas (actual). Dengan demikian, guru memegang
peranan penting baik dalam penyusunan maupun pelaksanaan kurikulum.
Ada satu hal yang menjadi acuan bagi guru dalam memilih kegiatan
yang akan dilakukan serta peranan yang akan dimainkannya, yaitu siswa. Tujuan
utama kegiatan guru dalam mengajar ialah mempengaruhi perubahan pola tingkah
laku para siswanya, perubahan ini terjadi karena guru memberikan
perlakuan-perlakuan. Tepat tidaknya serta efektif tidaknya perlakuan yang
diberikan guru akan menentukan usaha belajar yang dilakukan oleh siswa. Tujuan
lainnya adalah mendorong dan meningkatkan kemampuan sebagai hasil belajar,
dengan cara itu guru dapat mempengaruhi perubahan tingkah laku siswa.
Hasil dan kemajuan belajar yang dicapai siswa ditentukan juga oleh
bentuk hubungan antara guru dan siswa, antara guru dan administrator, antara
guru dan orang tua siswa. Hubungan guru dengan siswa menjadi syarat mutlak,
bukan hanya dalam hubungan sebagai pembimbing dan yang dibimbing tetapi juga
sebagai mitra belajar. Hubungan antara guru dengan siswa harus didukung oleh
hubungan yang sejalan antara guru dengan administrator dan guru dengan orang
tua siswa. Hubungan guru dengan administrator haruslah bersikap terbuka,
sehingga memungkinkan guru mencari jalan, berkreasi dan berani mencoba sendiri
sesuatu usaha instruksional yang lebih baru yang dipandangnya lebih relevan dengan
kegiatannya selaku guru. Administrator mengadakan bimbingan dan supervisi
dengan maksud merangsang kegiatan belajar para siswa. Demikian pula hubungan
antara guru dengan orang tua, keduanya memiliki tanggung jawab yang sama dalam
mengembangkan pribadi anak, tetapi dengan tugas yang berbeda. Orang tua bukan
saja harus percaya kepada guru, akan tetapi harus memberikan dukungan dan
partisipasi sebesar mungkin untuk kepentingan pendidikan anak-anak mereka
disekolah.
C.
Peranan Guru dalam Pengembangan Kurikulum
Dilihat
dari pengelolaannya, pengembangan kurikulum dapat dibedakan antara yang
bersifat sentralisasi, desentralisasi, dan sentral-desentral. Dalam
pengembangan kurikulum yang bersifat sentralisasi, kurikulum disusun oleh
sesuatu tim khusus di tingkat pusat. Kurikulum bersifat uniform untuk seluruh
negara, daerah, atau jenjang sekolah. Tujuan utama pengembangan kurikulum yang
uniform ini adalah untuk menciptakan persatuan dan kesatuan bangsa, serta
memberikan standar penguasaan yang sama bagi seluruh penguasaan yang sama bagi
seluruh wilayah.
Peranan
guru baik dalam model sentralisasi maupun desentralisasi dapat dilihat dalam
tiga tahap, yaitu tahap perancangan, pelaksanaan dan evaluasi. Kurikulum juga
dapat dilihat dalam lingkup makro dan juga mikro. Pengembangan kurikulum pada
tahap perancangan berkenaan dengan seluruh kegiatan menghasilkan dokumen
kurikulum, atau kurikulum tertulis. Pelaksanaan kurikulum atau disebut juga
implementasi kurikulum, meliputi kegiatan menerapkan semua rancangan yang
tercantum dalam kurikulum tertulis. Evaluasi kurikulum merupakan kegiatan
menilai pelaksanaan dan hasil-hasil penggunaan suatu kurikulum. Kurikulum makro
yaitu kurikulum yang menyeluruh meliputi semua komponen, meliputi seluruh
wilayah, atau seluruh siswa pada jenjang pendidikan tertentu. Kurikulum mikro
merupakan jabaran atau rincian dari kurikulum makro, atau rancangan bagi
pelaksanaan pengajaran di kelas.
1.
Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat
sentralisasi
Dalam
kurikulum yang bersifat sentralisasi, guru tidak mempunyai peranan dalam
perancangan dan evaluasi kurikulum yang bersifat makro, mereka lebih berperan
dalam kurikulum mikro. Kurikulum makro disusun oleh tim atau komisi khusus yang
terdiri atas para ahli. Penyusunan kurikulum mikro dijabarkan dari kurikulum
makro. Guru menyusun kurikulum dalam bidangnya untuk jangka waktu satu tahun,
satu semester, satu catur wulan, beberapa minggu ataupun beberapa hari saja.
Implementasi
kurikulum hampir seluruhnya bergantung pada kreativitas, kecakapan, kesungguhan,
dan ketekunan guru. Guru hendaknya mampu memilih dan menciptakan
situasi-situasi belajar yang menggairahkan siswa, mampu memilih dan
melaksanakan metode mengajar yang sesuai dengan kemampuan siswa, bahan
pelajaran dan banyak mengaktifkan siswa. Guru juga berkewajiban untuk
menjelaskan kepada para siswanya tentang apa yang akan dicapai dengan
pengajarannya. Dalam kondisi ideal guru juga berperan sebagai pembimbing,
berusaha memahami secara saksama potensi dan kelemahan siswa, serta membantu
mengatasi kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa.
2.
Peranan guru dalam pengembangan kurikulum yang bersifat
desentralisasi
Kurikulum
desentralisasi disusun oleh sekolah ataupun kelompok sekolah tertentu dalam
suatu wilayah atau daerah. Kurikulum ini diperuntukkan bagi suatu sekolah atau
lingkungan wilayah tertentu. Pengembangan kurikulum semacam ini didasarkan atas
karakteristik, kebutuhan, perkembangan daerah serta kemampuan sekolah. Bentuk
kurikulum seperti ini mempunyai beberapa kelebihan di samping juga kekurangan.
Kelebihan-kelebihannya yaitu:
a.
Kurikulum sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan masyarakat
setempat.
b.
Kurikulum sesuai dengan tingkat dan kemampuan sekolah baik
kemampuan profesional, finansial maupun manajerial.
c.
Disusun oleh guru-guru sendiri dengan demikian sangat memudahkan
dalam pelaksanaannya.
d.
Ada motivasi dari sekolah untuk
mengembangkan diri, mencari dan menciptakan kurikulum yang
sebaik-baiknya, dengan demikian akan terjadi semacam kompetesi dalam
pengembangan kurikulum.
Sedangkan beberapa kelemahan bentuk
kurikulum ini ialah:
1.
Tidak adanya keseragaman untuk situasi yang membutuhkan keseragaman
demi persatuan dan kesatuan nasional.
2.
Tidak adanya standar penilaian yang sama, sehingga sukar untuk
diperbandingkan keadaan dan kemajuan suatu sekolah/wilayah dengan
sekolah/wilayah lainnya.
3.
Adanya kesulitan bila terjadi perpindahan siswa ke sekolah/ wilayah
lain.
4.
Sukar untuk mengadakan pengelolaan dan penilaian secara nasional.
5.
Belum semua sekolah/daerah mempunyai kesiapan untuk menyusun
dan mengembangkan
kurikulum sendiri.
Dalam
kurikulum yang dikelola secara desentralisasi dan sampai batas-batas tertentu
juga yang sentralisasi-desen-tralisasi, peranan guru dalam pengembangan
kurikulum lebih besar dibandingkan dengan yang dikelola secara sentralisasi.
Dalam kegiatan mereka mempunyai perasaan turut memiliki kurikulum dan terdorong
untuk mengembangkan pengetahuan dan kemampuan dirinya dalam pengembangan
kurikulum. Guru-guru sejak awal penyusunan kurikulum telah diikutsertakan,
mereka akan memahami dan benar-benar menguasai kurikulumnya, dengan demikian
pelaksanaan kurikulum di dalam kelas akan lebih tepat dan lancar. Guru bukan
hanya berperan sebagai pengguna, tetapi perencana, pemikir, penyusun,
pengembang dan juga pelaksana dan evaluator kurikulum.
D. Karakteristik
Kompetensi Profesional Guru
Setiap orang bisa menjadi guru asalakan telah
mengalami jenjang pendidikan tertentu ditambah dengan sedikit pengalaman
mengajar (Oemar Hamalik, 1991: 5). Untuk mengetahui karakteristik tersebut
perlu dikemukakan pengertian profesi keguruan, kriteria, unsur, syarat, dan
kualifikasinya.[1]
1. Pengertian
Gutu Profesional
Istilah profesi secara etimologis dirujuk dari
bahasa Inggris “Profession” yang berarti jabatan atau pekerjaan yang
tetap dan teratur untuk memperoleh nafkah yang menuntut pendidikan atau latihan
khusus (N.A Ametembun, 1981: 10).
Secara umum profesi diartikan sebagai suatu
pekerjaan yang memerlukan pendidikan lanjutan didalam pengetahuan dan teknologi
yang digunakan sebagai perangkat dasar untuk diimplemenyasikan dalam berbagai
kegiatan yang bermanfaat. Dalam aplikasinya menyangkut aspek-aspek yang lebih
bersifat mental daripada yang bersifat manual work (Sudirman A.M, 1986: 3).
Jadi ada tiga hal untuk menentukan sesuatu
yang biasa dikatakan sebagai profesi menurut batasan tersebut diatas.
Pertama, berhubungan dengan suatu jabatan atau
pekerjaan. Kedua, melalui proses pendidikan atau latihan khusus. Ketiga,
aktivitasnya lebih menekankan pada aspek mental bukan kerja manual. Untuk
lebih jelasnya tentang maksud profesi, dapat diterangkan berdasarkan
aspek-aspek yang eksplisit didalamnya, sebagai berikut :
a. Aspek
Jabatan
Jabatan berarti sesuatu yang mengacu pada
pekerjaan yang dilakukan, diperintahkan, atau diorganisasi.
b. Aspek
Keahlian Khusus
Keahlian yang dimaksud adalah kemahiran yang
dimiliki seseorang dalam suatu bidang ilmu atau pekerjaan. Profesi guru
membutuhkan kemahiran dalam dua bidang yaitu pengetahuan yang mendukung profesi
dan keterampilan yang diperlukan pekerjaan.
c. Aspek
Pendidikan dan Pengajaran
Profesi guru mengharuskan untuk menguasai dan
mengembangkan kemampuan mendidik dan mengajar, pendidikan dan pengajaran
dibedakan dari segi orientasi. Pendidikan untuk membantu pertumbuhan
kepribadian individu ke arah perumbuhan yang sempurna, sedangkan pengajaran
melatih individu atau kelompok dengan melaksanakan tugas secara efisien
(Penjelsan Abdullah Fajar, 1991: 79).
d. Aspek
Pembinaan dan Pengembangan
Keahlian dalam bidang pendidikan dan
pengajaran tentu diperoleh melalui suatu proses pembinaan dan pengembangan .
pembinaan dan pengembangan dilakukan pada suatu jenjang pendidikan tertentu
yang bersifat formal atau melalui jenjang pendidikan nonformal seperti
pendidikan prajabatan.
Kesimpulan dari beberapa aspek diatas, bahwa
profesi keguruan adlaah jabatan atau pekerjaan sebagai guru yang menuntut
pendidikan atau latihan khusus di bidang keguruan, dan dalam pekerjaan
profesionalnya senantiasa menggunakan teknik dan prosedur yang mengacu pada
primsip-prinsip intelektual yang harus dipelajari secara sengaja, terencana dan
kemudian diaplikasikan.
2. Kriteria
Menurut klasifikasi Howard M. Vollmer dan
Donald Lonard Mills kriteria suatu pekerjaan atau jabatan dapat memperoleh
status atau pengakuan sebagai suatu profesi, harus memenuhi tiga kategori pokok
yang dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Kategori
spesialisasi yaitu “Acqusition of specialized techbique supported by a body
of theory”, artinya memiliki spesialis dengan latar belakang teori yang
luas, meliputi penguasaan terhadap pengetahuan umum yang luas dan keahlian
khusus yang mendalam.
b. Kategori
karier yaitu “development of career supported by ail association of
collegues”, artinya merupakan karir yang dibina secara organisator yang dicirikan
dengan: keterkaitan dalam suatu organisasi profesional, memiliki otonomi
jabatan, mempunuai kode etik jabatan, dan karya bakti seumur hidup.
c. Kategori
masyarakat yaitu “establisment of community recognation of profesional
status”. Hal ini ditunjukkan dengan memperoleh dukungan dari masyarakat,
mendapat perlindungan dan pengetahuan hukum, memiliki persyaratan kerja yang
sehat dan mempunyai jaminan hidup layak.
Menurut hasil lokakarya Pembina Kurikulum
Pendidikan Keguruan IKIP Bandung (Oemar Hamalik, 1991: 40-42), kriteria
profesional guru meliputi empat kriteria, yaitu :
a. Fisik, meliputi sehat jasmani dan rohani, tidak
mempunyai cacat tubuh yang bisa menimbulkan ejekan/cemoohan atau rasa kasihan
dari anak didik.
b. Mental/kepribadian, meliputi kepribadian/berjiwa pancasila, mampu
menghayati GBHN, mencintai bangsa dan sesama manusia dan rasa kasih sayang
tehadap anak didik, berbudi pekertiyang luhur, berjiwa kreatif, dapat
memanfaatkan rasa pendidikan yang ada secara maksimal, mampu menyuburkan sikap
demokratis dan penuh tenggang rasa, mampu mengembangkan kreatifitas dan
tanggung jawab yang besar akan tugasnya, mampu mengembangkan kecerdasan yang
tinggi, bersifat terbuka, peka dan inovatif, menunjukan rasa cinta terhadap
profesinya, ketaatannya akan disiplin dan memiliki sense of humor.
c. Keilmiahan/pengetahuan,
meliputi memahami
ilmu yang dapat melandasi pembentukan pribadi pendidikan/mengajar yang
demokratis, memahami ilmu pendidikan dan keguruan dan mampu menetapkannya dalam
tugasnya sebagai pendidik dan pengajar yang demokratis, memahami, menguasai
serta mencintai ilmu pengetahuan yang akan diajarkan, memiliki pengetahuan yang
cukup tentang bidang-bidang lain, sering membaca buku-buku ilmiah, mampu
memecahkan persoalan secara sistematis, memahami prinsip-prinsip kegiatan
belajar mengajar.
d. Keterampilan,
meliputi mampu
berperan sebagai organisator proses belajar mengajar, mampu mnyusun bahan
pelajaran atas dasar pendekatan struktural-interdisipliner behaviour dan
teknologi, mampu menyusun garis besar program pengajaran (silabus), mampu
memecahkan dan melaksanakan teknik-teknik mengajar yang baik, dalam mencapai
tujuan pendidikan, mampu merencanakan dan melaksanakan evaluasi pendidikan dan
mampu melaksanakan kegiatan dan pendidikan luar sekolah.
3. Syarat
Jabatan guru unutk mencapai standar
profesional dalam pekerjaannya, memerlukan guru yang memenuhi syarat-syarat
mutlak keprofesionalan. N.A Ametembun (1981: 42) mengklasifikasikannya menjadi
dua kategori, yaitu :
1. Syarat
Primer, terbagi kedalam dua kategori.
a. Syarat
primer yang berhubungan dengan unsur mendidik sebagai transfer of values yaitu
·
Syarat personality yaitu menyangkut
kepribadian seseorang menjadi guru meliputi, kesehatan jasmani, kesehatan
psikis, kesehatan jasmani-rohani dan integritas pribadi.
·
Syarat morality, yaitu syarat yang menyangkut
masalah kesusilaan (moral)
·
Syarat religiusitas, yaitu syarat yang
berhubungan dengan norma-norma bagaimana yang dianut oleh seorang guru.
b. Syarat
primer yang berhubungan dengan interaksi proses belajar mengajar sebagai transfer
of knowledge and skill, yaitu:
·
Pengetahuan dibidang keguruan dan pendidikan
baik yang bersifat umum maupun khusus.
·
Keterampilan di bidang keguruan, termasuk pula
kemampuan menguasai teknik bimbingan dan penyuluhan dan teknik kepemimpinan
dalam manajemen pengelolaan kelas.
·
Syarat sociability yaitu syarat yang
berhubungan dengan kempuan bergaul guru.
2. Syarat
sekunder yaitu syarat formality yang memperkuat wewenang seseorang menjadi guru
berupa surat keputusan dari instansi yang berwenang.
4. Kualifikasi
Sardiman AM. (1986: 133) membagi tingkatan
kualifikasi secara garis besar dalam tiga tingkatan, yaitu:
1. Tingkatan
capable personal maksudnya guru diharapkan memiliki pengetahuan, kecakapan,
keterampilan, dan sikap yang lebih mantap dan memadai sehingga mampu mengelola
proses belajar mengajar secara efektif.
2. Tingkatan
inofator maksudnya guru sebagai tenaga kependidikan atau keguruan yang memiliki
komitmen terhadap perubahan dan reformasi. Guru diharapkan memiliki
pengetahuan, kecakapan, keterampilan dan sikap yang tepat terhadap pembaruan
dan sekaligue merupakan penyebar ide pembaruan yang efektif.
3. Tingkatan
developer, maksudnya gruru harus memiliki visi keguruan yang mantap dan luas
presfektifnya. Guru harus mampu dan mau melihat jauh kedepan dalam menjawab
tantangan-tantangan yang dihadapi oleh sektor pendidikan sebagai suatu sistem.
E. Profil
Kompetensi Profesional Guru
Secara umum perangkat kompetensi
guru sebagai tenaga profesional dapat ditinjau dari dua aspek, yaitu (1) profil
kompetensi, berkaitan dengan sejumlah aspek kompetensi yang seharusnya ada pada
diri guru, (2) spektrum kemampuan, berkenaan dengan kualitas dan kuantitas
perangkat kompetensi yang dapat disumbangkan bagi kepentingan pendidikan, (M.
Surya, 1987: 51).
Menurut Muhaimin dan Abdul Mujib
(1993: 172) guru agama Islam profesional haarus memiliki kompetensi sebagai
berikut :
1. Penguasaan materi al-Islam yang
komprehensif serta wawasan dan bahan pengajaran, terutama pada bidang yang
menjadi tugasnya.
2. Penguasaan strategi (mencakup
pendekatan, metode, dan teknik) pendidikan Islam termasuk kemampuan
evaluasinya.
3. Penguasaan ilmu dan wawasan
kependidikan.
4. Memahami prinsip-prinsip dan menafsirkan
hasil penelitian pendidikan pada umumnya guna keperluan pengembangan pendidikan
Islam. Memiliki kepekaan terhadap informasi secara langsung atau tidak langsung
yang mendukung kepentingan tugasnya.
Permendiknas Nomor 16 Tahun 2007 bahwa
standar kopetensi guru termasuk guru PAI terdiri dari empat kompetensi utama,
yaitu: kompetensi pedagogik, kompetensi profesional, kompetensi sosial dan
kompetensi kepribadian.
Nana Sudjana (1988: 18) mengemukakan bahwa
kompetensi guru dapat dibagi menjadi tiga bidang, yaitu : kompetensi bidang
kognitif, kompetensi bidang sikap, dan kompetensi prilaku.
BAB III
PENUTUP
1.
Kesimpulan
Sebagai pendidik profesional, guru bukan saja dituntut melaksanakan
tugasnya secara profesional, tetapi juga harus memiliki pengetahuan dan
kemampuan profesional.
Mendorong dan meningkatkan kemampuan sebagai hasil belajar, dengan
cara itu guru dapat mempengaruhi perubahan tingkah laku siswa.
Peranan guru baik dalam model sentralisasi maupun desentralisasi
dapat dilihat dalam tiga tahap, yaitu tahap perancangan, pelaksanaan dan
evaluasi.
Untuk mengetahui karakteristik tersebut perlu dikemukakan pengertian
profesi keguruan, kriteria, unsur, syarat, dan kualifikasinya.
Perangkat kompetensi guru sebagai tenaga profesional dapat ditinjau
dari dua aspek, yaitu (1) profil kompetensi, berkaitan dengan sejumlah aspek
kompetensi yang seharusnya ada pada diri guru, (2) spektrum kemampuan,
berkenaan dengan kualitas dan kuantitas perangkat kompetensi yang dapat
disumbangkan bagi kepentingan pendidikan.
[1]Abdul Majid.2012, Belajar dan
Pembelajaran Pendidikan Agama Islam, PT. Remaja Rosdakarya, Jakarta. Hal 83
Tidak ada komentar:
Posting Komentar