Rabu, 02 Desember 2015

Pengembangan Kurikulum PAI

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Kurikulum
Sebelum mengkaji lebih jauh tentang pengembangan kurikulum PAI, perlu dikemukakan terlebih dahulu apa itu kurikulum. Kata “Kurikulum”berasal dari kata Yunani yang semula digunakan dalam bidang olah raga, yaitu currere yang berarti jarak tempuh lari, yakni  jarak yang harus ditempuh dalam kegiatan berlari mulai dari star hingga finish. Jarak dari star sampai finish ini kemudian yang disebut dengan currere.[1][5]

Dalam konteks pendidikan, kurikulum berarti jalan terang yang dilalui oleh pendidik/guru dengan peserta didik untuk mengembangkan pengetahuan, keterampilan dan sikap serta nilai-nilai.[2][6] Al-Khauly (1981) menjelaskan bahwa al-Manhaj sebagai seperangkat rencana dan media untuk mengantarkan lembaga pendidikan dalam mewujudkan tujuan pendidikan yang diinginkan.
Sementara itu menurut E. Mulyasa[3][7] bahwa kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, kompetensi dasar, materi standar, dan hasil belajar, serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai hasil kompetensi dasar dan tujuan pendidikan.
Berdasarkan study yang telah dilakukan oleh banyak ahli, dapat disimpulkan bahwa pengertian kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan lama dan pandangan baru.
Pandangan lama, atau sering juga disebut pandangan tradisional, merumuskan bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperolah ijazah.[4][8]
Sebagai perbandingan, ada baiknya kita kutip pula pendapat lain seperti yang dikemukakan oleh Romine (1954). Pandangan ini dapat digolongkan sebagai pendapat yang baru (modern), yang dirumuskan sebagai berikut :
Curriculum is interpreted to mean all of the organized courses, activities, and experiences which pupils have under direction of the school, whether in the classroom or not
Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 dikembangkan kearah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya.[5][9]
Menurut Dedy Pradibto,[6][10] kurikulum merupakan seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi,dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggara kegiatan.
Menurut yang berpandangan tradisional, kurikulum ialah sejumlah pelajaran yang harus ditempuh siswa di suatu sekolah. Sedangkan menurut yang berpandangan modern, kurikulum lebih dari sekedar rencana pembelajaran, kurikulum dianggap sebagai sesuatu yang nyata terjadi dalam proses pendidikan di sekolah
Menurut Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, kurikulum  adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu.
B.     Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Kurikulum sebagai salah satu komponen pendidikan yang sangat berperan dalam mengantarkan pada tujuan pendidikan yang diharapkan, harus mempunyai dasar-dasar yang merupakan kekuatan utama yang mempengaruhi dan membentuk materi kurikulum, susunan dan organisasi kurikulum.
Herman H. Horne memberikan dasar bagi penyusunan kurikulum dengan tiga macam, yaitu :
1)        Dasar Psikologis, yang digunakan untuk memenuhi dan mengetahui kemampuan yang diperoleh dari pelajar dan kebutuhan anak didik (the ability and needs of children).
2)        Dasar Sosiologis, yang digunakan untuk mengetahui tuntunan yang sah dari masyarakat (the legitimate demands of society)
3)        Dasar Filosofis, yang digunakan untuk mengetahui keadaan alam semesta tempat kita hidup (the kind of universe in which we live).[7][11]
Sementara itu Al-Syaibani menawarkan dasar-dasar kurikulum sebagai berikut :
1)        Dasar Agama, tujuan dan kurikulumnya pada dasar agama Islam dengan segala aspeknya. Dasar agama ini dalam kurikulum pendidikan Islam jelas harus berdasarkan pada al-Qur’an, al-Shunnah dan sumber-sumber yang bersifat furu’ lainnya.
2)        Dasar Falsafah, dasar ini memberikan pedoman bagi tujuan pendidikan Islam secara filosofis, sehingga tujuan, isi dan organisasi kurikulum mengandung suatu kebenaran dan pandangan hidup dalam bentuk nilai-nilai yang diyakini sebagai suatu kebenaran, baik ditinjau dari sisi ontology, epistimologi, maupun aksiologi.
3)        Dasar Psikologi, dasar ini memberikan landasan dan perumusan bahwa dalam perumusan kurikulum yang sejalan dengan ciri-ciri perkembangan psikis peserta didik, sesuai dengan tahap kematangan dan bakatnya.
4)        Dasar Sosial, dasar ini memberikan gambaran bagi kurikulum pendidikan Islam yang tercermin pada dasar sosial yang mengandung ciri-ciri masyarakat Islam dan kebudayaannya. Baik dari segi pengetahuan, nilai-nilai ideal, cara berfikir dan adat kebiasaan, seni dan sebagainya. Kaitannya dengan kurikulum pendidikan Islam sudah tentu kurikulum ini harus mengakar terhadap masyarakat dan perubahan dan perkembangannya.[8][12]
C.    Pengembangan Kurikulum PAI
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai :
1. Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI;
2.Proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik; dan
3. Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Dalam realitas sejarahnya, pengembangan kurikulum PAI tersebut ternyata mengalami perubahan-perubahan paradigma[9][13] walaupun dalam beberapa hal tertentu paradigm sebelumnya masih tetap dipertahankan hingga sekarang. Hal ini dapat dicermati dari fenomena berikut :
1. Perubahan dari tekanan pada hafalan dan daya ingatan tentang teks-teks dari ajaran-ajaran agama Islam, serta disiplin mental spiritual sebagaimana pengaruh dari timur tengah, kepada pemahaman tujuan, makna dan motivasi beragama Islam untuk mencapai tujuan pembelajaran PAI;
2. Perubahan dari cara berfikir tekstual, normatif, absolutis kepada cara berfikir historis, empiris, dan kontekstual dalam memahami dan menjelaskan ajaran-ajaran dan nilai-nilai agama Islam;
3. Perubahan dari tekanan pada produk atau hasil pemikiran keagamaan Islam dari para pendahulunya kepada proses atau metodologinya sehingga menghasilkan produk tersebut;
4. Perubahan dari pola pengembangan kurikulum PAI yang hanya mengandalkan pada para pakar dalam memilih dan menyusun isi kurikulum PAI ke arah keterlibatan yang luas dari para pakar, guru, peserta didik, masyarakat untuk mengidentifikasi tujuan PAI dan cara-cara mencapainya.[10][14]
D.    Fungsi Kurikulum PAI
Fungsi kurikulum PAI:
1. Bagi sekolah/madrasah yang bersangkutan:
a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau dalam istilah KBK disebut standar kompetensi PAI, meliputi fungsi dan tujuan pendidikan nasional, kompetensi lintas kurikulum, kompetensi tamatan/lulusan, kompetensi bahan kajian PAI, kompetensi mata pelajaran PAI (TK, SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA), kompetensi mata pelajaran kelas (I, II, III, IV, V, VI, VIII, IX, X, XI, XII).
b. Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah.
2.    Bagi sekolah/madrasah di atasnya :
a. Melakukan penyesuaian.
b. Menghindari keterulangan sehingga boros waktu
c.  Menjaga kesinambungan
3.    Bagi masyarakat :
a. Masyarakat sebagai pengguna lulusan (users), sehingga sekolah/madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan PAI.
b. Adanya kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum PAI.[11][15]
E.     Proses Pengembangan Kurikulum
Dalam mengembangkan suatu kurikulum banyak pihak yang turut berpartisipasi, yaitu : administrator pendidikan, ahli pendidikan, ahli kurikulum, ahli bidang ilmu pengetahuan, guru-guru, dan orang tua murid, serta tokoh-tokoh masyarakat. Dari pihak-pihak tersebut yang secara terus menerus turut terlibat dalam pengembangan kurikulum adalah : administrator, guru, dan orang tua.[12][16]
Dalam mengembangkan kurikulum, kurikulum yang dimaksud di sini adalah kurikulum PAI dimulai dari kegiatan perencanaan kurikulum. Dalam menyusun perencanaan ini didahului oleh ide-ide yang akan dituangkan dan dikembangkan dalam program. Ide kurikulum bisa berasal dari :
1. Visi yang direncanakan. Visi (vision) adalah the statement of ideas or hopes, yakni pernyataan tentang cita-cita atau harapan-harapan yang ingin dicapai oleh suatu lembaga pendidikan dalam jangka panjang.
2. Kebutuhan stakeholders (siswa, masyarakat, pengguna lulusan), dan kebutuhan untuk studi lanjut.
3. Hasil evaluasi kurikulum sebelumnya dan tuntutan perkembangan ipteks dan zaman.
4. Pandangan-pandangan para pakar dengan berbagai latar belakangnya.
5. Kecenderungan era globalisasi yang menuntut seseorang untuk memiliki etos belajar sepanjang hayat, melek sosial, ekonomi, politik, budaya dan teknologi.[13][17]
F.     Tujuan Pengembangan Kurikulum
Istilah yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum adalah goalsdan objectives. makna tujuan, khususnya tujuan pendidikan nasional adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaktif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab.[14][18]
Secara lebih jauh, tujuan berfungsi sebagai pedoman bagi pengembangan tujuan-tujuan spesifik (objectives), kegiatan belajar, implementasi kurikulum, dan evaluasi untuk mendapatkan balikan (feedback).
Mengingat pentingnya tujuan, tidak heran jika perumusan tujuan menjadi langkah pertama dalam pengembangan kurikulum. Filosofi yang dianut pendidikan atau sekolah biasanya menjadi dasar pengembangan tujuan. Oleh karena itu, tujuan hendaknya merefleksikan kebijakan, kondisi masa kini dan masa datang, prioritas, sumber-sumber yang sudah tersedia, serta kesadaran terhadap unsur-unsur pokok dalam pengembangan kurikulum.[15][19]
G.    Kurikulum dan Tujuan Pendidikan
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya bahwa dalam pencapaian akhir pendidikan dapat dilakukan sekaligus, akan tetapi secara bertahap, dan setiap tahap atau menuju sasaran yang sama. Tahap-tahap yang dikembangkan dalam pendidikan umum adalah berakhir pada tujuan Nasional sebagai tujuan umum yang secara terbatas ditentukan pula oleh falsafah Negara itu masing-masing. Bahkan pada zaman modern ini kita dapati pendidikan merupakan pantulan dari falsafah suatu bangsa dan ialah yang merupakan juru bicara dari semangat bangsa tersebut. Oleh karena itu sesuai dengan kepentingan setiap Negara, berdasarkan falsafah bangsa itu, maka ke situ pulalah pendidikan itu diarahkan. Selanjutnya untuk mencapai pendidikan (sekolah) menyusun kurikulum tertentu sebagai pedoman dalam proses pembelajaran.[16][20]
H.    Kerangka Dasar Kurikulum Pendidikan Islam
Pendidikan Islam yang berfalsafah al-Qur’an sebagai sumber utamanya, menjadikan al-Qur’an sebagai sumber utama penyusunan kurikulumnya.
Muhammad Fadhil al-Jamili mengemukakan bahwa al-Qur’an al-Karim adalah kitab terbesar yang menjadi sumber filsafat pendidikan dan pengajaran bagi umat Islam. Sudah seharusnya kurikulum pendidikan Islam disusun sesuai dengan al-Qur’an dan ditambah dengan al-Hadits yang melengkapinya.
Di dalam al-Qur’an dan Hadits ditemukan kerangka dasar dan dapat dijadikan sebagai pedoman dan penyusunan kurikulum pendidikan Islam. Kerangka dasar tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Sesuai dengan al-Qur’an bahwa yang menjadi kurikulum ini (intra curiculer) pendidikan Islam adalah “Tauhid” dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tidak dapat dirubah. Pemantapan kalimat tauhid sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan memperdengarkan adzan dan iqomah terhadap bayi yang dilahirkan.
2.    Kurikulum inti (Intra Curiculer) selanjutnya adalah perintah ‘Membaca’ ayat-ayat Allah yang meliputi 3 macam ayat yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan wahyu. (2) ayat Allah yang ada pada diri manusia, dan (3) ayat Allah yang terdapat di dalam alam semesta di luar diri manusia.
Firman Allah SWT:
Artinya : “Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah! Dan Tuhanmulah yang maha Pemurah yang mengajarkan (manusia) dengan perantara kalam. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”. (Q.S. al-Alaq : 1-5).
Ditinjau dari segi kurikulum sebenarnya firman Allah SWT itu merupakan bahan pokok pendidikan yang mencakup seluruh Ilmu pengetahuan yang dibutuhkan oleh manusia. [17][21]  Membaca selain melibatkan proses mental yang tinggi, pengenalan (cognition), ingatan (memory), pengamatan (perception), pengucapan (verbalization), pemikiran (reasoning), daya cipta (creativity),[18][22] juga sekaligus merupakan bahan pendidikan itu sendiri. Mungkin taka ada satu kurikulum pendidikan di dunia ini yang tidak mencantumkan membaca sebagai materinya, bahkan umumnya membaca ini ditempatkan dari sekolah dasar, perguruan tinggi dengan berbagai variasi.
Kelima ayat tersebut pada dasarnya telah mencakup kerangka kurikulum pendidikan Islam yang wajib dijabarkan sebagai berikut :
1.    Bacalah! Dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan. Tekanan yang terkandung dalam ayat ini adalah kemampuan membaca yang dihubungkan dengan nama Tuhan sebagai Pencipta. Hal ini erat hubungannya dengan ilmu naqli (perennial knowledge).
2.    Dia menciptakan manusia dari segumpal darah. Ayat tersebut mendorong manusia untuk mengintropeksi menyelidiki tentang dirinya dimulai dari proses kejadian dirinya. Manusia ditantang dan dirangsang untuk mengungkapkan hal itu mulai imaginasi maupun pengalamannya (acquired knowledge).
3.    Bacalah! Dan Tuhanmulah yang paling pemurah, yang mengajarkan manusia dengan perantara kalam. Dia mengajarkan kepada manusia apa yang tidak diketahuinya. Motifasi yang terkandung dalam ayat ini adalah agar manusia terdorong untuk mengadakan eksplorasi alam dan sekitarnya dengan kemampuan membaca dan menulisnya.[19][23]





















BAB II
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Definisi kurikulum yang tertuang dalam UU Sisdiknas Nomor 20/2003 dikembangkan kearah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Dengan demikian, ada tiga komponen yang termuat dalam kurikulum, yaitu tujuan, isi dan bahan pelajaran, serta cara pembelajaran, baik yang berupa strategi pembelajaran maupun evaluasinya.
Dasar-dasar kurikulum sebagai berikut :
1. Dasar Agama,
2. Dasar Falsafah,
3. Dasar Psikologi,
4. Dasar Sosial.
Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam (PAI) dapat diartikan sebagai :
1. Kegiatan menghasilkan kurikulum PAI;
2. Proses yang mengaitkan satu komponen dengan yang lainnya untuk menghasilkan kurikulum PAI yang lebih baik;
3. Kegiatan penyusunan (desain), pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan kurikulum PAI.
Fungsi kurikulum PAI:
1. Bagi sekolah/madrasah yang bersangkutan:
a. Sebagai alat untuk mencapai tujuan pendidikan agama Islam yang diinginkan atau dalam istilah KBK disebut standar kompetensi PAI,
b. Pedoman untuk mengatur kegiatan-kegiatan pendidikan agama Islam di sekolah/madrasah.
2.    Bagi sekolah/madrasah di atasnya :
a. Melakukan penyesuaian.
b. Menghindari keterulangan sehingga boros waktu
c.  Menjaga kesinambungan
3.    Bagi masyarakat :
a. Masyarakat sebagai pengguna lulusan (users), sehingga sekolah/madrasah harus mengetahui hal-hal yang menjadi kebutuhan masyarakat dalam konteks pengembangan PAI.
b. Adanya kerjasama yang harmonis dalam hal pembenahan dan pengembangan kurikulum PAI.
Istilah yang digunakan untuk menyatakan tujuan pengembangan kurikulum adalah goalsdan objectives. makna tujuan, khususnya tujuan pendidikan nasional adalah berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreaktif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Kerangka dasar tersebut adalah sebagai berikut :
1.    Sesuai dengan al-Qur’an bahwa yang menjadi kurikulum ini (intra curiculer) pendidikan Islam adalah “Tauhid” dan harus dimantapkan sebagai unsur pokok yang tidak dapat dirubah. Pemantapan kalimat tauhid sudah dimulai semenjak bayi dilahirkan dengan memperdengarkan adzan dan iqomah terhadap bayi yang dilahirkan.
2.    Kurikulum inti (Intra Curiculer) selanjutnya adalah perintah ‘Membaca’ ayat-ayat Allah yang meliputi 3 macam ayat yaitu : (1) ayat Allah yang berdasarkan wahyu. (2) ayat Allah yang ada pada diri manusia, dan (3) ayat Allah yang terdapat di dalam alam semesta di luar diri manusia.



[1][5] M. Ahmad, Dkk, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Pustaka Setia,1998), hal, 9
[2][6] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal, 1
[3][7] E. Mulyasa, Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2006), hal. 46.
[4][8] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, (Bandung : PT. Remaja Rosdakarya, 2007), hal. 3
[5][9] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 2
[6][10] Dedy Pradibto,. Belajar Sejati Versus Kurikulum Nasional. Yogyakarta: Kanisius, 2007,  hal. 210
[7][11] Ramayulis, Ilmu Pendidikan Islam, Op-Cit, hal. 131
[8][12] Ibid, hal. 132.
[9][13] Contoh, tasrif, teladan, pedoman; dipakai untuk menunjukan gugusan sistem pemikiran; bentuk kasus dan pola pemecahannya. Pius A Partanto, M. Dahlan al-Barry, Kamus Ilmiah Populer, (Surabaya : PT. Arkola, 1994), hal. 566.
[10][14] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 10-11.
[11][15] Ibid, hal. 11-12.
[12][16] Nana Syaodih Sukmadinata, Pengembangan Kurikulum,; Teori dan Praktek, Op-Cit, hal. 155.
[13][17] Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam; di Sekolah, Madrasah, dan Perguruan Tinggi, Op-Cit, hal. 12-13.
[14][18] Himpunan Peraturan Perundang-undangan, Standar Nasional Pendidikan, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005, (Bandung : PT. Fokus Media, 2005), hal. 98.
[15][19] Oemar Hamalik, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum, Op-Cit, hal. 187.
[16][20] Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta : PT. Diadit Media, 2010), hal. 73.
[17][21] Ibid, hal. 79.
[18][23] Hasan Langgulung, Pendidikan dan Peradaban Islam, (Jakarta : PT. Pustaka al-Husna), hal. 166
[19][24] Eneng Muslihah, Ilmu Pendidikan Islam, Op-Cit, hal. 80-81.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar