BAB
II
PEMBAHASAN
1.
Pengertian
dan kegunaan Kurikulum
Kurikulum
berasal dari kata curriculum yang berarti lintasan untuk balap
kereta kuda yang biasa dilakukan oleh bangsa Romawi pada zaman kaisar Gaius
Julius Caesar di abad pertama tahun masehi. Namun, istilah tersebut digunakan
untuk menggambarkan suatu konsep yang abstrak.[1]
pengertian
kurikulum dapat ditinjau dari dua sisi yang berbeda, yakni menurut pandangan
lama dan pandangan baru. Pandangan lama atau sering juga disebut pandangan
tradisional, yang dikutip dalam E Mulyasa (2008) merumuskan bahwa, “Kurikulum
adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh murid untuk memperoleh
ijazah”. Sedangkan menurut Tim Pustaka Yudistira (2007) “Kurikulum merupakan
seperangkat rencana dan pengetahuan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran
serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran
untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu”. Berdasarkan uraian di atas dapat
disimpulkan bahwa kurikulum adalah suatu perangkat dan aturan mengenai isi dan
bahan pelajaran serta waktu yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan
kegiatan pelajaran yang bertujuan untuk mencapai tujuan pendidikan yang
direncanakan sehingga siswa mendapatkan hasil belajarnya sesuai dengan
kemampuan yang terbaik. Kurikulum merupakan wujud dari alat yang digunakan
untuk menunjang pelaksanaan pendidikan dan termasuk salah satu komponen utama
dalam usaha mengembangkan potensi anak didik melalui program pendidikan.
Sementara itu,
Mochtar Buchori ( 1993) mengatakan bahwa kurikulum sebagai blue print (cetak
biru), sebagai suatu penggambaran terhadap sosok manusia yang diharapkan akan
tumbuh setelah menjalani semua proses pendidikan, pengajaran dan pelatihan yang
digariskan dalam kurikulum.[2] Ibarat
suatu proses pendirian bangunan kurikulum merupakan sketsa awal yang
menggambarkan bangunan tersebut akan didirikan dalam bentuk model yang telah
dibayangkan dan diinginkan oleh pemiliknya.Adapun kuatnya
suatu bangunan, bagusnya suatu model yang telah digambarkan sebelumnya sangat
bergantung kepada kecanggihan para tukang yang menggarap bangunan tersebut,
termasuk juga mutu meteri yang digunakan untuk mendirikan bangunan itu. Para
tukang ini sebagai pendidik, sedangkan materi bangunan ialah seluruh bahan yang
digunakan untuk melaksanakan proses pendidikan terhadap siswa yang sedang
menjalani proses pertumbuhan menjadi sosok manusia ideal yang dicita-citakan.
Dengan demikian, kurikulum bukanlah satu-satunya faktor penentu yang mendukung
lahirnya jati diri seseorang di masyarakat di kemudian hari. Meskipun begitu,
kurikulum menjadi perangkat yang strategis untuk menyemaikan kepentingan dan
membentuk konsepsi dan perilaku individu masyarakat.
Pengertian kurikulum pendidikan
agama Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum secara umum,
perbedaan hanya terletak pada sumber pelajarannya saja. Sebagaimana yang
diutarakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Pembelajaran Agama islam
Berbasis Kompetensi, mengatakan bahwa kurikulum Pendidikan Agama
Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi pendidikan dan
evaluasi pendidikan yang bersumber pada ajaran agama Islam.[3]
Pendidikan Agama Islam adalah upaya
sadar dan terencana dalam menyiapkan peserta didik untuk mcengenal, memahami,
menghayati, hingga mengimani ajaran Islam, dibarengi dengan tuntunan untuk
menghormati penganut agama lain dalam hubungannya dengan kerukunan antar umat
beragama hingga terwujud kesatuan dan persatuan bangsa.
Menurut Zakiyah Daradjat pendidikan
agama Islam adalah suatu usaha untuk membina dan mengasuh peserta didik agar
senantiasa dapat memahami ajaran Islam secara menyeluruh.[4]
Kegunaan
Kurikulum
Kegunaan
kurikulum bagi sekolah yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan lembaga
pendidikan yang diinginkan dan sebagai pedoman dalam mengatur segala kegiatan
sehari-hari di sekolah. Fungsi
kurikulum bagi anak didik sebagai suatu organisasi belajar tersusun yang diharapkan
mereka mendapatkan pengalaman baru yang dapat dikembangkan dikemudian hari.
Fungsi kurikulum bagi Kepala Sekolah maupun Guru sebagi pedoman kerja.
Sedangkan fungsi kurikulum bagi orang tua siswa yaitu agar orang tua dapat
turut serta membantu pihak sekolah dalam memajukan putra putrinya.
Adapun tujuan kurikulum PAI di
sekolah yaitu untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang unggul
dalam beriman dan bertakwa, berakhlak mulia, berkepribadian, menganalisa ilmu
pengetahuan dan teknologi, serta mampu mengaktualisasikan diri dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara (visi dan misi sekolah).
2.
Substansi
Landasan Dasar Kebijakan Kurikulum PAI
Landasan dasar kebijakan kurikulum
adalah Prinsip dalam pendidikan Islam tentang penyusunan kurikulum menghendaki
keterkaitannya dengan sumber pokok agama yaitu al-Qur’an dan Hadist. Prinsip
yang ditetapkan Allah dan diperintahkan Rasulullah berikut ini dapat dijadikan landasan dasar kebijakan kurikulum tersebut;
Terjemahan:
a.
“Carilah segala apa yang telah
dikaruniakan Allah kepadamu mengenai kehidupan di akhirat dan janganlah kamu
melupakan nasib hidupmu di dunia dan berbuatlah kebaikan sebagaimana Allah
telah berbuat baik kepadamu”. (Al-Qashash ayat 77 )
b.
Sabda Rasulullah : “Barangsiapa
yang menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai ilmunya dan barang siapa
menghendaki akhirat (kebahagiaan hidup di akhirat) hendaklah ia menguasai
ilmunya, dan barangsiapa menghendaki keduanya, maka hendaklah ia menguasai ilmu
keduanya”. (Hadist Nabi)
Dari landasan dasar kebijakan
kurikulum tersebut diaplikasikan dalam kurikulum pendidikan formal yang
terdapat pada kurikulum pendidikan agama Islam. Merujuk kurikulum pendidikan
formal yang terdapat di sekolah dan madrasah di Indonesia, maka batasan atau
konsep kurikulum mengacu pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Sistem
Pendidikan Nasional. Kurikulum sendiri menurut UUSPN adalah seperangkat rencana
dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang
digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai
tujuan pendidikan tertentu. Dengan pengertian ini, kurikulum minimal mengandung
tiga hal yaitu : 1. Persoalan rencana atau program pendidikan dan pengajaran,
2. Persoalan pengaturan isi dan bahan ajaran pada setiap jenjang atau satuan
pendidikan/sekolah, dan 3. Persoalan cara atau strategi dalam kegiatan belajar
mengajarnya.
Sedang konsep dasar kurikulum secara
umum meliputi dasar filosofis, dasar psychologis, dasar sosiologis dan dasar
organisatoris. Dasar kurikulum secara umum tersebut dapat
ditarik secara khusus ke dalam kurikulum Pendidikan Agama Islam yang
tentunya al-Qur’an sebagai dasar pokoknya. Adapun tujuan Pendidikan Agama Islam
secara umum dapat diambil dari pendapat Muhammad Athiyah Al Abrasi, yaitu:
a) Untuk membantu pembentukan akhlak
yang mulia,
b) Persiapan untuk kehidupan dunia dan
kehidupan akhirat,
c) Persiapan mencari rizki dan pemeliharaan
segi-segi kemanfaatan.
d) Menumbuhkan semangat ilmiah
(scientific spirit) pada pelajar dan memuaskan keinginan arti untuk mengetahui
dan memungkinkan ia mengkaji ilmu demi ilmu itu sndiri.
e) Menyiapkan pelajar dari segi
profesional, teknis supaya dapat menguasai profesi tertentu, dan ketrampilan
tertentu agar ia dapat mencapai rejeki dalam hidup di samping memlihara segi
kerohanian.
3.
Penerapan landasan dasar Kebijakan
Kurikulum PAI
Penerapan Pendidikan
Agama Islam (PAI) di sekolah mempunyai dasar landasan yang kuat. Dasar tersebut
dapat ditinjau dari beberapa segi:
1.
Landasan Religius
Al-Qur'an dan al-Hadits adalah sumber dan dasar ajaran Islam
yang original. Banyak ayat-ayat al-Qur'an dan al-Hadits secara langsung maupun
tidak langsung yang berbicara tentang kewajiban umat Islam melaksanakan
pendidikan, khususnya pendidikan agama, sebagaimana Firman Allah dalam surat
Ali Imran ayat 104:
ولتكن منكم امة يدعون الى الخير
ويأمرون بالمعروف وينهون عن المنكر واولئك هم المفلحون
"Dan hendaklah
ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh
kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang mungkar, mereka itulah orang-orang
yang beruntung". (QS. Ali Imran: 104)
Hadits nabi Muhammad saw.
Artinya:
"Hormatilah anak-anakmu dan perbaikilah
pendidikannya, karena anak-anakmu karunia Allah bagimu". (HR. Ibnu
Majah)
Untuk menanamkan kebaikan (amal
soleh) pada setiap peserta didik, bahkan pada setiap orang maka perlu adanya
pendidikan agama islam sebagai suatu pendidikan yang menanamkan prilaku terpuji
pada setiap insan.
2.
Landasan
Historis
Ketika Pemerintah Sjahrir menyetujui pendirian Kementrian
Agama (sekarang Departemen Agama) pada 3 Januari 1946, elit Muslim menempatkan
agenda pendidikan menjadi salah satu agenda utama Kementrian Agama selain
urusan haji, peradilan, dan penerangan. Sebagai reaksi terhadap kenyataan
lembaga pendidikan yang tidak memuaskan harapan mereka, elit Muslim tersebut
dalam alam proklamasi memusatkan perhatian kepada dua upaya utama yang satu
sama lain saling berkaitan. Pertama ialah mengembangkan pendidikan agama
(Islam) pada sekolah-sekolah umum yang sejak Proklamasi berada di bawah pembinaan
Kementrian Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan (Kementrian PPK). Upaya ini
meliputi: (1) memperjuangkan status pendidikan agama di sekolah-sekolah umum
dan pendidikan tinggi, (2) mengembangkan kurikulum agama, (3) menyiapkan
guru-guru agama yang berkualitas, dan (4) menyiapkan buku-buku pelajaran agama.
Kedua, upaya yang dilakukan oleh Kementrian Agama ialah peningkatan kualitas
atau “modernisasi” lembaga-lembaga pendidikan yang selama ini telah memberi
perhatian pada pendidikan/pengajaran agama Islam dan pengetahuan umum modern
sekaligus. Strateginya ialah: (1) dengan cara memperbarui kurikulum yang ada
dan memperkuat porsi kurikulum pengajaran umum modern sehingga tak terlalu
ketinggalan dari sekolah-sekolah umum, (2) mengembangkan kualitas dan kuantitas
guru-guru bidang umum, (3) menyediakan fasilitas belajar seperti buku-buku
bidang studi umum, dan (4) mendirikan sekolah Kementrian Agama di berbagai
daerah/wilayah sebagai percontohan atau model bagi lembaga pendidikan Islam
setingkat.
Dari landasan sejarah di atas dapat kita pahami bahwa salah
satu perjuangan elit Muslim Indonesia sejak awal kemerdekaan pada bidang
pendidikan adalah memperkokoh posisi pendidikan agama Islam (PAI) di
sekolah-sekolah umum sejak tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Dari
perjuangan ini dapat kita pahami bahwa masuknya PAI pada kurikulum sekolah umum
seluruh jenjang merupakan perjuangan gigih para tokoh elit Muslim sejak awal
kemerdekaan hingga sekarang ini. Maka dari itu, keberadaan dan peningkatan
mutunya tentunya merupakan kewajiban kita khususnya kalangan akademis para
praktisi pendidikan di lapangan.
3.
Landasan Yuridis/ Perundamng-Undangan
Semangat keagamaan setelah bangsa Indonesia merdeka dari
penjajahan, tercermin dalam batang tubuh UUD 1945, dalam alinea ketiga dan
keempat. Dan sila pertama falsafah Negara Republik Indonesia (Pancasila), yaitu
Ketuhanan Yang Maha Esa. Berdasarkan
konstitusional terdapat dalam UUD 1945 Bab XI pasal 29 ayat 1 dan 2. Sedangkan
berdasarkan operasionalnya terdapat dalam Tap MPR No.IV/MPR/1973 yang diperkuat
oleh Tap. MPR No. II/MPR/1988 dan Tap. MPR No. II/MPR 1993 tentang Garis-Garis
Besar Haluan Negara yang pada intinya bahwa pelaksanaan Pendidikan Agama Islam
secara langsung masuk dalam kurikulum sekolah-sekolah formal, mulai dari
Sekolah Dasar hingga perguruan tinggi.
Landasan perundang-undangan sebagai landasan hukum positif
keberadaan PAI pada kurikulum sekolah sangat kuat karena tercantum dalam UU No.
20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas Bab V Pasal 12 ayat 1 point bahwasannya
setiap peserta didik dalam setiap satuan pendidikan berhak: mendapatkan
pendidikan agama sesuai dengan agama yang dianutnya dan diajarkan oleh pendidik
yang seagama.
Peningkatan iman dan taqwa serta akhlak mulia dalam UU No.20
Tahun 2003 tentang Sistem pendidikan nasional, Bab X Pasal 36 ayat 3
bahwasannya kurikulum disusun sesuai dengan jenjang pendidikan dalam kerangka
Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan memperhatikan: (a) peningkatan iman
dan taqwa. Dan pasal 37 ayat 1, bahwasannya kurikulum pendidikan dasar dan
menengah wajib memuat: (a) pendidikan agama. Dengan merujuk beberapa pasal
dalam UUSPN No. 20/2003, maka semakin jelaslah bahwa kedudukan PAI pada
kurikulum sekolah dari semua jenjang dan jenis sekolah dalam perundang-undangan
yang berlaku sangat kuat.
Dalam PP No 19 Thn 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan
pada Pasal 6 ayat 1 dijelaskan bahwa kurikulum untuk jenis pendidikan umum,
kejuruan, dan khusus pada jenjang pendidikan dasar dan menengah terdiri atas:
kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia; kelompok mata pelajaran
kewarganegaraan dan kepribadian; kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan
teknologi; kelompok mata pelajaran estetika; kelompok mata pelajaran jasmani,
olah raga, dan kesehatan.
Selanjutnya pada pasal 7 ayat 1 dijelaskan bahwa kelompok
mata pelajaran agama dan akhlak mulia pada SD/MI/SDLB/Paket A,
SMP/MTs/SMPLB/Paket B, SMA/MA/SMALB/Paket C, SMK/MAK, atau bentuk lain yang
sederajat dilaksanakan melalui muatan dan/atau kegiatan agama, kewarganegaraan,
kepribadian, ilmu pengetahuan dan teknologi, estetika, jasmani, olah raga, dan
kesehatan.
Dari beberapa landasan perundang-undangan di atas sangat
jelas bahwa pendidikan agama merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ada
di semua jenjang dan jalur pendidikan. Dengan demikian, eksistensinya sangat
strategis dalam usaha mencapai tujuan pendidikan nasional secara umum.
4.
Landasan Psikologi
Sejarah perkembangan manusia dari zaman purbakala, primitive
hingga sampai sekarang yang sering disebut era globalisasi dan era informasi,
akan didapati bahwa manusia dari generasi ke generasi selanjutnya mempunyai
sesuatu yang dianggapnya berkuasa, bahkan mencari sesuatu yang dianggapnya
paling berkuasa yaitu Tuhan. Bermacam-macam benda dianggap sebagai Tuhan Yang
Maha Esa seperti matahari, bulan, bintang, angin, patung, api dan sebagainya.
Hingga akhirnya manusia menemukan kepercayaan bahwa Tuhan itu bukanlah benda
yang dapat dilihat dan diraba oleh panca indera, melainkan hanya dapat dirasa
dalam hati dan jiwa manusia serta dapat diterima oleh fikiran.
5.
Landasan Filosofis
Dalam aspek filosofis pendidikan agama Islam telah
memberikan landasan filosofis antara lain secara
epistimologis dan aksilogis.
Pendidikan Agama Islam pada taran filosofis adalah kajian
filosofis terhadap hakekat pendidikan agama Islam yang dibahas dalam bidang
ilmu filsafat pendidikan Islam, yang dibahas secara mendalam, mendasar,
sistematis, terpadu, logis, menyeluruh serta universal yang tertuang atau
tersusun ke dalam suatu bentuk pemikiran atau konsepsi sebagai suatu sistem.
Pendidikan Agama Islam pada tataran epistimologis ialah
kajian ilmiah terhadap konsep dan teori Pendidikan Islam yang dibahas dalam
bidang ilmu pendidikan Islam yang membahas tentang seluk-beluk pendidikan
Islam Pendidikan Agama Islam pada tataran aksiologis sebagaimana Muhaimin
mengutip dari Tafsir (2004), ialah pendidikan agama Islam (PAI) yang dibakukan
sebagai nama kegiatan mendidik agama Islam. PAI sebagai mata pelajaran
seharusnya dinamakan “Agama Islam”, karena yang diajarkan adalah agama Islam,
bukan pendidikan agama Islam. Namun kegiatannya atau usaha-usaha dalam
mendidikan agama Islam disebut sebagai PAI. Karena “pendidikan” ini ada pada
dan mengikuti setiap mata pelajaran. Karena pada tataran aksiologis, realitas
keberadaan pendidikan agama Islam di sekolah umum di Indonesia dilaksanakan di
bawah kontrol kebijakan politik pemerintah, maka tujuan pendidikan agama
Islam dirancang oleh pemerintah untuk mencapai tujuan dan cita-cita bangsa
Indonesia yang disesuaikan dengan perkembangan kebutuhan sosio-politik dan
dinamika perkembangan budaya dan keberagamaan masyarakat Indonesia
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
1.
Pengertian dan kegunaan Kurikulum
Pengertian kurikulum pendidikan
agama Islam sebenarnya tidak jauh berbeda dengan kurikulum secara umum,
perbedaan hanya terletak pada sumber pelajarannya saja. Sebagaimana yang
diutarakan oleh Abdul Majid dalam bukunya Pembelajaran Agama islam
Berbasis Kompetensi, mengatakan bahwa kurikulum Pendidikan Agama
Islam adalah rumusan tentang tujuan, materi, metode dan evaluasi pendidikan dan
evaluasi pendidikan yang bersumber pada ajaran agama Islam.
Kegunaan kurikulum bagi sekolah
yaitu sebagai alat untuk mencapai tujuan lembaga pendidikan yang diinginkan dan
sebagai pedoman dalam mengatur segala kegiatan sehari-hari di sekolah.
Adapun tujuan kurikulum PAI di
sekolah yaitu untuk mengantarkan peserta didik menjadi manusia yang unggul
dalam beriman dan bertakwa,
2.
Substansi
Landasan Dasar Kebijakan Kurikulum PAI
Landasan dasar kebijakan kurikulum
adalah Prinsip dalam pendidikan Islam tentang penyusunan kurikulum menghendaki
keterkaitannya dengan sumber pokok agama yaitu al-Qur’an dan Hadist. Prinsip
yang ditetapkan Allah dan diperintahkan Rasulullah ini dapat dijadikan landasan dasar kebijakan kurikulum.
3.
Penerapan landasan dasar Kebijakan Kurikulum PAI
Penerapan Pendidikan
Agama Islam (PAI) di sekolah mempunyai dasar landasan yang kuat. Dasar tersebut
dapat ditinjau dari beberapa segi: a) Landasan Religius b) Landasan Historis c) Landasan
Yuridis/ Perundamng-Undangan d)Landasan
Psikologi e) Landasan Filosofis
[1]
Mulyasa,
Kurikulum Berbasis Kompetensi: Konsep, Karakteristik,, Implementasi dan
Inovasi, (Bandung: Remaja Rosdakaraya, 2004), hal. 15
[2]
Yulaelawati, Kurikulum
dan Pembelajaran: Filosofi, Teori dan Aplikasi, ( Bandung:
Pakar Raya, 2004), hal. 25
[3]
Abdul Majid, dan Dian
Andayani, Pendidikan
Agama Islam Berbasis Kompetensi. Remaja Rosda Karya, Bandung, 2004, hal.
74.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar